Berita

Kabiro Lensa Nusantara OKU Raya: Saatnya yang Muda Maju di PILKADA 2020

×

Kabiro Lensa Nusantara OKU Raya: Saatnya yang Muda Maju di PILKADA 2020

Sebarkan artikel ini

OKU RAYA – PEMILIHAN Kepala Daerah yang akan diselenggarakan secara serentak pada tahun 2020 mendatang, tentunya menjadi sebuah moment  yang tepat bagi seluruh masyarakat untuk menentukan dan memilih pasangan bakal calon kandidat secara tepat sesuai hati nuraninya masing-masing. Artinya bahwa pasangan balon kandidat yang dipilihnya itu benar-benar berjiwa membangun daerah dan masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Yakni ke arah perubahan yang lebih maju dari periode sebelumnya.

Untuk menyemarakkan pilkada serentak itu, tak sedikit pasangan balon kandidat yang beramai-ramai memperebutkan partai politik yang bakal menjadi sebuah wadah yang akan mengusungnya dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarakan nanti. Dan tak sedikit harta dan uang yang dikorbankan para balon kandidat untuk meperebutkan parpol sebagai pengusungnya.

Example 300x600

Tak jarang pula para kandidat juga melakukan money politic untuk merangkul massa agar mendukungnya dengan cara memberi bantuan kepada lembaga-lembaga tertentu menjelang pilkada, misalnya lembaga agama. Selain itu mereka juga melakukan pendekatan lewat entitas ras, agama, suku, maupun wilayah. Inilah yang sering terjadi dalam pilkada-pilkada sebelumnya.

Kondisi ini mewarnai dinamika politik di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Selatan yang akan melakukan pilkada serentak.

Walau parpol bertujuan untuk merebut dan menguasai kedudukan politik, sudah sepantasnya parpol juga menjadi mitra masyarakat dengan menjadi sarana sosialisasi politik dan pengatur konflik. Setidaknya parpol juga melakukan berbagai kegiatan pemberdayaan untuk merangkul masyarakat.

Jelas dalam proses pilkada pun para elit lokal memainkan peranannya untuk meloloskan kepentingannya masing-masing. Disini pula mereka melakukan money politics yang seharusnya tak perlu mereka lakukan.

Akibat adanya money politics terjadilah persaingan tak sehat antar para kandidat. Masing-masing kandidat menunjukkan ambisi untuk menjadi bupati, tanpa memaklumi kekalahannya masing-masing dalam pesta demokrasi yang telah berlangsung. Lalu dimana letak nilai demokrasi diterapkan?

Alangkah baiknya para pasangan balon kandidat mesti rela menerima kekalahannya dalam proses pesta demokrasi, tanpa mencari alasan untuk menjatuhkan para kandidat yang lainnya.

Menurut pandangan kaum muda, selama periode yang berlalu, pembangunan tidak berjalan maju sebab tidak ada komitmen dan kompromi antar para stakeholder untuk membangun suatu daerah.

Karena tidak ada komitmen dan kompromi bersama, maka para stakeholder berjalan masing-masing alias mengejar kepentingannya sendiri. Disinilah muncul kecolongan untuk bersatu membangun daerah. Yang ada hanyalah saling menjatuhkan, menganggap dirinya lebih hebat dari yang lainnya. Dari kecolongan itulah mengakibatkan pembangunan di segala bidang terbengkalai.

Pembangunan tidak bergerak maju sebab tidak ada kesepakatan antara para stakeholder dan masyarakat. Pemerintah mempertahankan pendapatnya sendiri, sementara masyarakat pun mempertahankan pendapatnya. Nah, disinilah terjadi jurang pemisah antara mereka sebab tidak ada kesepakatan lebih lanjut.

Melihat carut-marutnya kondisi kepemimpinan daerah yang akan berlalu, sebagian kaum muda berpendapat bahwa pemimpin daerah yang bakal terpilih nanti lebih baik dari kalangan orang muda. Karena menurut penilaian mereka, kalangan orang tua tak mampu membangun daerah. Mereka berkeyakinan penuh, daerah akan maju jika dipimpin oleh kaum muda.

Di beberapa media sosial maupun diskusi-diskusi lepas, kaum muda berpendapat agar saatnya orang muda harus menjadi pemimpin daerah untuk membangun daerah. Oleh sebabnya, banyak pasangan balon kandidat dari kalangan muda berancang-ancang untuk mengikuti pesta demokrasi 2020 mendatang dengan motivasinya masing-masing.

Pandangan dan pendapat kalangan muda terhadap pilkada serentak 2020 ini ada benarnya, jika kalangan muda yang nantinya akan terpilih itu mampu membawa daerah kepada suatu perubahan yang maju (bukan mundur) dari berbagai sektor pembangunan yang ada, yang tentunya ditangani secara serius.

Intinya, menurut pandangan kaum muda, kepemimpinan kaum tua pada periode mendatang tak akan membangun daerah seperti periode sebelumnya. Sebab menurut mereka, kaum tua akan lebih berorientasi untuk mengumpulkan harta sebagai bekal di hari tuanya kelak. Maka menurut mereka, pemimpin kaum muda merupakan agen perubahan suatu daerah. (Alhafiz)

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.

Tinggalkan Balasan