Gorontalo, Lensa Nusantara – Memasuki Tahun Ajaran Baru, Sistem Zonasi adalah suatu kebijakan yang sangat tepat, karena dengan demikian setiap anak mendapatkan akses yang sama untuk masuk pada semua level pendidikan tanpa memandang kemampuan intelektualitas dan akademis anak didik karena kedua kwalitas tersebut sangat di pengaruhi oleh background dan kemampuan ekonomi orang tuanya juga.
Namun demikian ada syarat utama yang wajib segera di penuhi Pemerintah agar penerapan sistem zonasi dapat mencapai harapan utamanya yaitu sekolah berkeadilan untuk semua murid.
Rahmijati Jahja, S.Pd selaku Senator DPD-RI Dapil Provinsi Gorontalo saat dimintai tanggapannya mengenai hal ini mengatakan bahwa 2 syarat utama diatas tadi adalah yang pertama yaitu pada daya tampung kursi di setiap level pendidikan harus mencerminkan usia sekolah di masing-masing jenjang, misalnya usia lulusan SD mencapai 5000 anak didik di sebuah Kecamatan, maka kursi yang tersedia untuk pendaftaran SMP Negeri harus sebanding dengan kebutuhan tersebut, mengingat tanggungjawab mencerdaskan anak bangsa ada pada Negara, bukan lembaga swasta.
“Karena pada kenyataannya, lebih dari 50% kebutuhan bangku sekolah dipenuhi oleh lembaga swasta. Inilah yang membuat persaingan untuk masuk ke dalam Sekolah Negeri menjadi sangat berat, dan akhirnya azas keadilan tersebut jauh dari jangkauan,” kata Rahmijati.
Kenyataan di lapangan memang sedikit sekali di bangun sekolah-sekolah Negeri baru guna mengatasi kekurangan bangku sekolah ini. Bahkan tidak jarang didalam sebuah Kecamatan tidak di dapati SMA atau SMK Negeri satupun, sehingga anak didik di Kecamatan tersebut gagal mendaftar di Sekolah Negeri karena terkendala syarat Zonasi dan harus belajar pada lembaga swasta dengan biaya yang jauh lebih tinggi di banding dengan Sekolah Negeri.
“Kwalitas sarana dan prasarana belajar mengajar baik dari sisi infrastruktur maupun dari sisi sumber daya pengajar wajib disetarakan standarnya, antara Sekolah satu dengan Sekolah lainnya, Hal ini untuk menghindari adanya Sekolah Favorit atau Sekolah unggulan yang hanya di latar belakangii faktor-faktor di atas,” pungkasnya lagi.
Senator DPD-RI 3 periode ini juga menambahkan bahwa, Jika setiap Sekolah Negeri memiliki standar yang setara, maka orang tua tidak lagi mengejar untuk mendaftarkan putra-putrinya untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah tersebut. Namun jaraklah yang akan menjadi prioritas pertimbangan utama, sehingga maksud diberlakukannya sistem zonasi akan tercapai.
Fakta di lapangan juga terlihat sudah 2 tahun lebih di berlakukan sistem zonasi, namun perbaikan mutu dan kwalitas sarana dan prasarana belajar mengajar hampir dikatakan stagnan.
“Belum terlihat upaya Pemerintah untuk menyetarakan kwalitas sekolah-sekolah Negeri. Yang ada sistem zonasi ini di jalankan secara suka-suka aja, sehingga berakibat banyaknya anak didik yang tidak dapat masuk sekolah bukan karena dia tidak memenuhi syarat zonasi, namun dia masih tetap harus berkompetisi dengan anak-anak berlatar belakang ekonomi kuat karena tentunya dapat mensiasati segala sesuatunya termasuk pindah domisili dan “Beli Kursi”, ungkap Rahmijati.
Menurut Rahmijati, jika 2 syarat agar tegaknya sistem zonasi berkeadilan dapat menjadi prioritas pembangunan Pemerintah, maka ini akan sejalan dengan dihapuskannya UN yang berlaku efektif tahun ini, dengan kata lain, semua anak berhak mendapat akses untuk memiliki pendidikan, apakah ia berasal dari ekonomi lemah atau kuat, apakah ia memiliki kemampuan akademis yang kuat atau lemah, semua bisa bersekolah.
“Terlebih konsep Merdeka Belajar sudah mengedepankan pendidikan karakter anak, maka dari itu kita wajib mempertanyakan kesungguhan Pemerintah dalam menjalankan kebijakan program-programnya, jangan manis di konsep namun pahit di kenyataannya,” tegas istri dari David Bobihoe yang pernah menjabat Bupati Kabgor 2 periode ini.(HQ)