Sumenep, LENSA NUSANTARA – Mengenal sejarah adalah bagian untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengetahui kejadian atau fakta masa lalu, sejarah juga dapat memperkenalkan manusia akan asal usul kehidupannya.
Dikutip dari Cryptowi bahawa pengertian sejarah menurut
Moh. Hatta Sejarah sebagai salah satu bentuk perwujudan peristiwa yang terjadi masa lampau, merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi di masa lampau dan diakui kebenarannya.
Muhammad yamin sejarah merupakan salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang didapat dengan cara menyusun beberapa potongan kejadian pada masa lampau.
Aristoteles sejarah adalah sistem yang berasal dari hasil penelitian kejadian pada masa lampau yang tentu saja sudah benar-benar terjadi.
Tentunya banyak para pemikir-pemikir besar mendefinisikan tentang sejarah namun dapat ditarik kesimpulan bahwa sejarah adalah kejadian masa lalu yang dapat dipercaya kebenarannya dan juga dapat menjadi ilmu pengetahuan, wawasan tentang kehidupan masa lalu dan juga dapat menjadi pegangan hidup di masa yang akan datang.
Dari Laporan Hasil Penelitian Arkeologi tahun 1996/1997 tentang Budaya Maritim Masyarakat Pulau di Perairan Utara Jawa, Tahap II di Kepulauan Sapudi-Raas, Oleh Lucas Partanda Koestoro. Menunjukkan tentang hasil terjemahan ke bahasa Indonesia yang tertulis di prasasti Dusun Kowattas yg berbahan batuan gamping berukuran panjang 49,5 cm, dan tebal 8 cm. Tulisan yang diguratkan pada satu sisinya terdiri atas 16 baris, menggunakan aksara Arab, dan berbahasa Jawa. Isinya berkenaan dengan silsilah pendiri bangunan masjid di dekat komplek Sunan Blingi.
Dalam terjemahan prasasti tersebut menceritakan tentang leluhur dari Tumenggung Puger yang bernama Candu Amu, namun yang terdapat pada makam asta Blingi Desa Prambanan Kecamatan Gayam Sumenep Jatim yaitu Sunan Wirakrama pernah menjadi pembesar di Pulau Kangehan atau yang dikenal sebagai dengan sebutan Kangeyan yang terletak di ujung timur dari pulau sapudi. Bangsa Kasuma adik dari Wirakrama menjadi pembesar di Makasar. Sedangkan pembesar di sepudi adalah Wiradira yang mendirikan masjid dan memberi nama putung matelu batu ngeta (batu yang ketimur pecah menjadi tiga)
Transkripsi prasasti dusun kowattas:
Punika sejarane
Luluhure kang duhe masjid
Anak putune Tumenggung Puger aran Cunda Amu
Cunda Amu Aputer Tumenggung Ratu Jumeneng Risbanggah
Madura. Tumenggung ratu ngaduwe puter satunggal jaler punika ngakune
Tapa ngagegarwa Susunan Ngampel den jejeneng Ngalam haqi-gat sawuse
Makalana mangetan ngadideku ing Pulau Sapudi masuhara tapane
Ngagata sahabat jumeneng Panembahan. Penembahan ngaputera satunggal
Jaler ngajejuluk Ngabehi Kendura Wahana. Kendura Wahana ngaputra
Nenem. Kakalih ngestri kang lanang papat kang sepuh ngajejuluk barbaras
Jumeneng ingkidul ngadine jumeneng in Arahas ngajejuluk Demang Jaga
Krama. Ngadine jumenen ing Kangehan jejuluk Wirakrama Ngadine
Jumenen najaka ing Makasar ngajejuluk Bangsa Kasume
Kang estri setunggal ngaduwe putra jaler satunggal jumeneng ing Sapudi
Najejuluk Wiradira. Punika kang anjenengaken masjid tekala
Ngadek saka jawa = putung matelu batu ngetan.
Terjemahan
- ini sejarahnya
- leluhur yang mempunyai masjid
- Anak cucu/keturunan (dari) Tumenggung Puger (yang ) bernama Cunda Amu
- Cunda Amu (mempunyai) anak (bernama) Tumenggung Ratu (yang) bertahta di Risbanggah
- Madura. Tumengung Ratu Mempunyai seorang anak lelaki. Dia mengaku
- (sebaga) petapa (yang) bersuamikan Susunan Ngampel yang mendapat sebutan Ngalam Haqiqat.
- berkelana ke timur bertempat tinggal di Pulau Sapudi Masuhara (dan) bertapa
- mencari sahabat (dan) menduduki (jabatan) panembahan. Panembahan mempunyai seorang anak
- lelaki (yang) bernama Ngabehi Kendura Wahana. Kendura Wahana mempunyai anak
- Enam, dua anak perempuan (dan yang) lelaki empat, yang tua bernama Barbaras
- (menjadi) pembesar diselatan. Adiknya (juga) pembesar di Arahas bernama Demang jaga
- Krama. Adiknya pembesar di Kangehan bernama Wirakrama. Adiknya
- (yang) menjabat pembesar di Makasar bernama Bangsa Kasuma.
- (anak) perempuannya yang satu mempunyai seorang anak lelaki (yang menjadi) pembesar di Sapudi
- bernama Wiradira. Ia yang memberikan nama masjid, tatkala
- didirikan (orang) dari jawa (pada) putung matelu batu ngetan (batu yang ke timur pecah menjadi tiga).
Dalam laporan tersebut, menjelaskan tentang dua angka tahun yang terdapat dalam prasasti sebagai tanda pemberian nama pembangunan masjid lama di area makam sunan Blingi. Yaitu “Tahun 1137 AH atau 1139 AH”. (Agus Wd)