Musi Rawas, LENSA NUSANTARA – Mendekati Pesta Demokrasi Pilkada Serentak 2020 Se-Indonesia, ramai di sosial media membicarakan kebaikan-kebaikan sang bakal calon pemimpin bahkan tak dapat dihindari saling sindir bahkan menghujat yang semakin membuat suasana panas.
Berbagai program berseliweran di jagat Maya. Demokrasi ditampilkan sebagai suatu ide pemecah masalah.
Tak ada yang salah dengan demokrasi, hanya saja sisi buruk manusia lebih mendominasi dalam jalannya demokrasi di Negeri tercinta Indonesia ini.
Berpikir sejenak, katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Tanpa disadari kita selama ini sembunyi dibalik hitam nya jalan sistem yang kita nikmati selama ini.
Diam seribu bahasa adalah pilihan yang dianggap tepat jika tak mau ambil resiko. Slogan tinggalah slogan, sisi buruk menjadi rahasia umum, “ditutupi namun terbuka lebar”.
Demokrasi membawa “cacat bawaan”, berupa politik uang, korupsi, juga penyalahgunaan wewenang.
Secara teoretis, substansi demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Namun, justru di sinilah akar persoalan yang sekaligus menjadi cacat bawaan demokrasi.
Parahnya lagi, di alam demokrasi ini, siapa yang mendapat suara terbanyak, ia adalah pemenang. Tidak peduli ia bodoh, jahil, kerdil mapan ilmunya atau tidak, yang penting mendapat suara banyak pasti menang. Maka tidak heran, jika pemimpin kita saat ini rata-rata tidak memiliki dialektika kepemimpinan yang baik dan benar.
Politik uang adalah efek dari demokrasi. Pasalnya, siapa saja yang ikut dalam pemilu, berebut mendapatkan suara terbanyak. Banyak cara dilakukan untuk mendapatkan itu, politik uang, fitnah, kampanye hitam dan sebagainya adalah sajian yang sudah dianggap lumrah. Rakyat dipaksa terbiasa dan menikmati. Seakan kita dipaksa mengaku, sajian kotor adalah yang ditunggu-tunggu.
Demokrasi di negeri ini adalah demokrasi setengah hati, atau malah tanpa hati ?
Masa depan Negeri ini ditangan kita, sistem terbaik telah dihadirkan dihadapan kita, demokrasi adalah hadiah terindah untuk kita, kita yang jalani, kita yang menjaga, atau kita sendiri yang sengaja merusak porak-porandakan Negeri sendiri.
Negeri ini tak butuh Pemimpin yang sangat menguasai wilayahnya, sebab tak akan pernah ditemui, cukup hadirkan pemimpin yang berhati baik dan berakal sehat itu lebih dari cukup. (GP Zulkarnain)