Cilacap, LENSA NUSANTARA –
Bertempat di pendopo kantor desa paketingan-kecamatan sampang,kabupaten cilacap,,pada hari ini, sabtu 19 september 2020,di laksanakan musyawarah terkait dugaan penipuan dan penggelapan dalam jual beli tanah milik warsih hasil pemberian orang tuanya.
Tampak hadir dalam musyawarah tersebut : Suwarko selaku kepala desa paketingan,para Babin (Aiptu Eling dan Serka Ugas),mastur,sapen dan Sugiyati yang dalam hal ini di wakili oleh kuasanya.
Dalam pernyataanya,Suwarko selaku kepala desa selain mengucapkan dan mengapresiasi atas kehadiran semua pihak,sekaligus berharap agar mediasi ini bisa melahirkan keputusan yang memberi rasa keadilan bagi semua pihak sehingga tidak perlu lagi melangkah ke jalur hukum.
Sayangnya mediasi itu tidak ada titik temu mengingat kedua belah pihak,khususnya Mastur tetap bersikukuh dengan prinsip dan dalih yang tidak logis,dan sangat bersebrangan meski dalam hal ini Sugiyanti yang kini sedang berada di Hongkong juga sempat di komunikasikan by phone,biar jelas duduk permasalahanya.
Dalam pernyataanya via Hp secara tegas Sugiyati menyatakan -“dulu mastur menyuruh saya membeli 2 (dua) bidang tanah milik Warsih,hasil pemberian orang tuanya seharga rp.13.500.000.-(tiga belas juta,lima ratus ribu rupiah),bahkan dalam hal ini mastur juga sempat meminta uang lagi sebesar rp.300.000 (tiga ratus ribu rupiah),berdalih buat lintiran (mutasi-red).
Dan pembayaran itu saya berikan langsung kepada Mastur secara KONTAN tanpa di cicil sedikitpun.
Hal yang sama juga di sampaikan oleh Sapen,selaku ibu kandung Sugiyati.
-“dulu berdalih ekonomi Warsih yang berumah tangga dan tinggal di Palembang pernah datang ke Jawa dengan maksud meminta bagian kepada orang tuanya.
Dan dengan di bantu oleh Mastur, akhirnya Warsih di beri bagian berupa dua bidang tanah,bahkan karena masih keluarga dekat selama di Jawa dia tinggal bersama di rumah saya “katanya seraya menambahkan “namun karena anaknya selalu telp dan meminta agar cepat pulang, sehingga Warsih meminta tolong Mastur tuk menjualkan tanahnya itu, agar dia bisa cepat pulang ke palembang, sehingga kemudian mastur datang ke rumah kami,dan meminta/menyuruh Yati tuk membayar tanah bagianya tsb, mengingat mastur tahu kalau kami mempunyai uang hasil penjualan tanah sawah.
“Kamu kan punya uang, tolong tanah warsih hasil bagian dari bapaknya kamu beli dulu, mudah2-an nanti bisa laku di jual kembali “katanya menirukan ucapan Mastur.
Bahkan ketika sudah di bayar sesuai yang di minta,(rp.13.500.000.)-kemudian Mastur juga meminta lagi,uang sebesar rp.300.000.-(tiga ratus ribu) yang katanya buat lintiran.
Namun kenapa sampai sekarang saya tidak pernah di tarik pajak dan menerima SPPT tanah itu, bahkan kemudian tanpa sepengetahuan dan seijin kami, satu bidang tanah miliknya itu di jual oleh mastur kepada orang laindan ironisnya uang hasil penjualan tanah itu belum kami terima sampai sekarang karena di terima dan di kuasai oleh mastur “.paparnya.
Sementara dalam pernyataanya Mastur menolak seluruh pernyataan keduanya karena menurutnya uang sebesar itu merupakan hutang saya secara pribadi kepada Yati yang kemudian saya alokasikan buat membantu mencukupi kebutuhan Warsih selama di jawadan sekaligus membayar tanah miliknya.
Lebih lanjut, mastur mengakui jika sebidang tanah milik warsih yang seluas 62 m2, telah dia jual kapada orang lain, sementara sebidang tanah talun milik warsih sampai sekarang masih utuh, mengingat belum laku,meski berulang kali dirinya menawarkan”.pungkasnya.
Namun ketika di pertanyakan atas dasar apa dan laku berapa, berikut kemana uang hasil penjualan tanah tersebut, Mastur menolak tuk menjawab berdalih hal itu merupakan privasi.
Tentunya sikapnya itu,menjadi sebuah ironi di tengah semangat mencari solusi. Tak pelak,akhirnya memunculkan dugaan,jika sikapnya itu hanyalah alibi tuk menutupi segala kebusukan yang telah di perbuatnya.
Makanya,demi mencari keadilan,Sugiyati berencana melaporkan kasus ini ke pihak berwajib,agar di proses sesuai hukum yang berlaku. (Suliyo).