Jakarta, LENSANUSANTARA.CO.ID – Dalam mendorong ekspor nasional melalui pembiayaan, LPEI ke depannya akan semakin fokus pada segmen UKM dan penugasan khusus atau yang dikenal sebagai National Interest Account (NIA). Selain itu, LPEI juga akan semakin meningkatkan perannya sebagai credit enhancer melalui pemberian penjaminan dan asuransi terkait ekspor.
Semua ini dilakukan dengan kolaborasi bersama perbankan, ekosistem ekspor dan insitusi terkait lainnya. Persetujuan DPR RI dan Pemerintah atas Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Kamis (15/12).
Dengan adanya peraturan tersebut diyakini akan memberi dampak positif bagi peningkatan kinerja ekspor Indonesia. Antara lain melalui ketentuan yang membuat LPEI dapat turut serta dalam sistem pembayaran nasional dan internasional, serta menerima Devisa Hasil Ekspor (DHE) atas transaksi ekspor debitur LPEI dan masuk ke dalam sistem keuangan negara.
Direktur Eksekutif LPEI, Riyani Tirtoso, menyampaikan pihaknya menerima DHE sebagai penguatan fungsi LPEI dalam melakukan mandatnya mendukung sektor berorientasi ekspor melalui penyediaan pembiayaan, penjaminan dan asuransi. Selain itu, produk dan jasa yang disediakan LPEI untuk melayani kebutuhan debitur akan semakin lengkap.
“Mulai dari penyediaan modal kerja untuk pembelian bahan baku hingga membantu modal kerja pascaekspor. Aturan pengelolaan rekening DHE oleh LPEI ini tidak hanya memberikan kemudahan bagi debitur LPEI dalam penyaluran penerimaan pembayaran dari buyer di luar negeri, tetapi juga akan membuat biaya transaksi perbankan lebih efisien baik bagi debitur korporat maupun debitur UKM dalam melakukan transaksi ekspornya,” ujarnya, Selasa (20/12/2022).
Penyaluran DHE di LPEI juga akan memperluas akses yang lebih besar bagi eksportir untuk masuk ke pasar non tradisional. Kondisi ini dimungkinkan karena jaringan kerjasama yang dimiliki LPEI baik dengan perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan dan Eximbank di negara atau kawasan tujuan ekspor Indonesia.
“Proses interaksi bisnis antara LPEI dengan debitur atau eksportir dapat berlangsung secara lebih efektif dan efisien. Di mana perolehan informasi tidak harus melalui jalur bank devisa dalam negeri, namun dapat langsung dilakukan sendiri oleh LPEI,” tambahnya.
Tercatat hingga November 2022 total pembiayaan LPEI mencapai lebih dari Rp87,491 triliun, mencakup pembiayaan penugasan khusus ekspor senilai lebih dari Rp3,695 triliun untuk 133 debitur. Yakni di bidang furnitur, makanan olahan, produk tekstil jadi, peralatan elektronik, produk karet lainnya, bahan kayu, produk kimia, kertas dan produk kertas, kain, plastik, besi dan baja, kopra dan kopi, konstruksi, pengangkutan dan lain-lain.
Pembiayaan komersial telah disalurkan kepada 549 debitur di bidang feronikel, emas, logam, mutiara dan batu mulia lainnya, minyak sawit, kertas dan produk kertas, kain, permesinan, makanan olahan, karet alam, bahan kayu, produk farmasi, peralatan elektronik, alas kaki, pakaian jadi, produk dan bagian kendaraan bermotor lainnya, tembakau, pengangkutan , jasa-jasa dan industri lainnya, dengan outstanding mencapai Rp83,796 triliun.
“Kami mencatat nilai ekspor ke 183 negara meningkat dari USD12,980,913,559 pada tahun 2020 menjadi USD13,969,053,134 pada tahun 2021. Selanjutnya, kami akan terus mendorong pertumbuhan ekspor dengan lebih berfokus pada segmen UKM berorientasi ekspor dan penugasan khusus,” pungkas Riyani. (*/Red)