Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Tahun Pelajaran 2023-2024 tinggal menghitung hari. Sebagai salah satu sekolah penggerak, SMP Negeri 1 Taman Krocok terus berbenah, bersinergi, dan berkolaborasi bersama seluruh lembaga dan unsur masyarakat yang peduli dengan masa depan generasi dan pendidikan.
Pada Rabu, 24 Mei 2023, bertempat di ruang laboratorium IPA, SMP Negeri I Taman Krocok kembali bergiat Berbagi Praktik Baik. Kali ini berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bondowoso dan Koperasi Persampahan Cendana Usaha Bersama.
Kegiatan bertajuk Ubah Sampah Jadi Berkah, Tabungan Pun Bertambah ini diikuti oleh puluhan siswa kelas 7 dan 8.
Salah satu harapan SMP Negeri 1 Taman Krocok adalah mewujudkan pendidikan hijau (green school) sekaligus sebagai sekolah pelopor peduli lingkungan.
Bak gayung bersambut, Kepala Bidang Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati Dinas Lingkungan Hidup Bondowoso, Syahrial Fary, S.T, M.Si melalui Evi Yuni Wulandari, S.T menerangkan tentang Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah atau yang biasa disingkat gerakan PBLHS.
“Gerakan untuk peduli dan ramah pada lingkungan merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Terlebih adik-adik yang duduk di bangku sekolah. Pengetahuan ini penting untuk dikuasai karena anak cucu kita juga akan menghuni bumi ini,” terang Evi di depan siswa.
Gerakan peduli dan berbudaya lingkungan hidup di sekolah meliputi penerapan Perilaku Ramah Lingkungan Hidup (PRLH), konservasi air, konservasi energi, sanitasi dan drainase, penanaman dan pemeliharaan pohon, dan inovasi terkait Perilaku Ramah Lingkungan Hidup (PRLH).
Pada kesempatan itu, seluruh siswa bersepakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan tidak membuang sampah plastik di sungai.
Sesi kedua, Murti Jasmani, Ketua Koperasi Persampahan Cendana Usaha Bersama menjelaskan lebih lanjut tentang inovasi Perilaku Ramah Lingkungan Hidup, yaitu daur ulang sampah organik dengan biokonversi.
Murti Jasmani menjelaskan bahwa biokonversi merupakan proses yang melibatkan larva (maggot) lalat Black Soldier Fly untuk mengubah sampah organik menjadi produk yang bernilai tinggi. Maggot BSF ukuran tubuhnya lebih besar dari lalat biasanya dan lalat ini tidak menimbulkan penyakit sebab masa hidupnya hanya untuk kawin dan bereproduksi.
“Ini inovasi luar biasa karena sampah-sampah rumah tangga, sisa-sisa makanan dan kegiatan memasak yang kalau dibiarkan bisa membuat bau busuk, bisa menjadi pakan maggot. Telur maggot menetas setelah 3-4 hari. Setelah itu, dia akan terus makan selama 24 jam sampai usianya 20 hari. Nah, di usia itu bisa dipanen. Maggot-maggot itu bisa jadi pakan ayam, pakan ikan, pakan burung. Bahkan bisa dijual. Harga per kilonya delapan ribu rupiah. Harga telurnya per gram lima ribu. Sekilo kan sudah lima juta,” jelas Murti Jasmani penuh antusias.
Larva-larva lalat BSF bisa mengonversi massa sampah 52-56%. Tentu hal ini menjadi salah satu solusi untuk mengurangi sampah organik. Di sisi lain, kandungan protein dan asam Amino yang tinggi pada maggot bisa menjadi makanan premium pada ternak. Di Eropa, maggot-maggot ini diolah menjadi tepung dan minyak untuk pakan ternak dan hewan peliharaan lainnya.
“Kalau saja kita mau berinovasi mengelola sampah, maka saya yakin, bau sampah dari TPA tidak akan sampai ke sekolah ini,” pungkasnya menyudahi sesi berbagi praktik baik hari itu. (Red)