Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember melakukan aksi unjuk rasa penolakan terhadap revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), unjuk rasa sempat ricuh dengan aparat kepolisian Polres Jember saat mahasiswa berusaha memasuki halaman Gedung DPRD Jember, Kamis (14/9/2023).
Kondisi mulai ricuh, hingga salah satu mahasiswa pelipisnya berdarah. Polisi menghalau masa aksi menggunakan water canon dan berusaha menghalau masa aksi masuk ke Gedung DPRD tersebut.
Kordinator Lapangan pada aksi itu, Ilyasin mengatakan dilokasi, pihaknya akan mengadakan aksi yang lebih besar lagi, sebab dari 7 fraksi setelah itu. Kata dia, hanya ditemui 1 fraksi saja padahal saat itu gedung DPRD ada rapat, kemudian katanya lagi tidak ada ketua fraksi. Hal itu yang menurutnya membuat kekecewaan PMII.
“Sehingga yang lebih paham dengan pertambangan, mahasiswa atau pihak mengetahui langsung secara luas daerah dari kontribusi pertambangan tersebut,” ucapnya.
Pihaknya melakukan aksi damai di depan gedung DPRD Jember, lebih lanjut tambahnya, dari pihak kepolisian secara tidak jelas langsung memukul ke pihaknya, hal itu menjadi kekecewaan dari pihaknya.
“Pihak kami tidak memulai sama sekali, pihak polisi memukul sahabat kami kemudian sampai jatuh sehingga pelipisnya berdarah,” ungkap Ilyasin.
Menurut Nanda, Mahasiswa Universitas Jember ini mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Jember masih kurang hanya melibatkan stakeholder saja dan tidak melibatkan masyarakat secara khusus.
“Sehingga kami meminta kepada pemerintah kabupaten jember, setiap perencanaan Raperda RTRW ini melibatkan PMII atau masyarakat,” ujarnya.
Ia melanjutkan, jika sempat terjadi bentrok, PMII Jember meminta 7 fraksi DPRD Jember tetapi kecewanya ternyata hanya 1 fraksi, menurutnya hal itu yang menimbulkan kekecewaan padahal tambahnya lagi tanggal 14 September ada rapat peraturan daerah, disitu yang jelas ada perwakilan semua fraksi.
“Kita merasa PMII dikibuli sehingga mencoba untuk memaksa masuk, fraksi yang di dalam bisa menemui masa aksi tetapi ditahan oleh kepolisian water canon semprotan air,” ungkapnya.
Ia mengaku mengenai lukanya itu, kurang paham sebab water canon yang disemprotkan atau entah karena didorong oleh kepolisian juga atau kena pukul, tapi yang jelas katanya water canon saat disemprotkan mengenai dirinya sehingga langsung jatuh kebawah.
“Untuk tindak lanjut kami tetap mengawal bahkan siap mengawal massa aksi kembali, ketika yang menjadi tuntutan kita masih belum dipenuhi,” tukasnya.
Nur Hasan salah satu Anggota DPRD Jember yang menemui masa aksi, menyampaikan bahwa hanya menginginkan pihak DPRD dan Kepolisian suruh perwakilan. Tetapi tuntutan karena cuma sendiri dan mereka (massa aksi) meminta semua fraksi ada.
“Revisi perda RTRW sekarang minim sekali melibatkan partisipasi dari masyarakat, kami pun tidak diajak partisipasi tau-tau perda masuk RTRW di pembahasan pun juga ramai,” terang Nur Hasan.
Selanjutnya, pihaknya dalam pembahasan di Padsus sampai hari ini, ada keterbatasan waktu sampai tanggal 19 September 2023. Poin-poin strategis harus disepakati karena tanggal 19 disepakati anatara DPRD dan Bupati dibawa ke rapat Kementerian ATR/BPN.
“Setelah kementerian ATR itu selesai, maka kita membahas lagi baru raperda, untuk tahapan poin strategis penyusunan pola tata ruang struktur ruang 6 poin menggambarkan kondisi jember,” jelasnya.
Nur Hasan menambahkan, dua kali pun pihaknya tidak menyepakati. Sebenarnya mahasiswa duduk bareng itu tambahan amunisi bagi pihaknya Pansus masukan luar biasa.
“Yang dirasakan adik mahasiswa sama apa yang saya rasakan, kabupaten jember semerawut,” pungkas Nur Hasan. (Dri).