Pangandaran, LENSANUSANTARA.CO.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran gelar rapat paripurna, membahas tentang Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah Tahun anggaran 2024. Jumat, (24/11/2023).
Namun karena para anggota legislatif tidak hadir, maka dianggap tidak memenuhi kuorum, dan rapat pun di skor.
Jalaludin selaku Wakil Ketua II DPRD Pangandaran memaparkan, diantaranya salah satu pembahasan dalam Raperda Tahun Anggaran 2024 adalah pinjaman hutang daerah sebesar Rp 350 miliar, yang menjadi bahasan perdebatan di legislatif.
Menurutnya, diawal sejak muncul KUA PPAS 2023. Pemda Pangandaran telah mengajukan pinjaman dengan pengelolaan portofolio hasil audit kajian BPKP RI.
Tidak mencari siapa, mengapa dan siapa. Akan tetapi yang jelas kata Jalaludin, Pangandaran sudah menanggung beban defisit alasan klasik adalah Pandemi Covid-19, namun dengan dasar aturan Kemenkeu defisit tidak boleh diatas 6,2%, sementara Pangandaran sudah mencapai 36,2% pada saat pemeriksaan BPK RI Tahun 2022.
Lanjutnya, dari pihak DPRD menerima, namun dengan beberapa poin rekomendasi dari BPK RI agar upaya defisit tidak bertambah lagi.
“Diantaranya mengurangi beberapa kegiatan dengan menunda pembangunan fisik setelah anggaran perubahan tahun anggaran 2023, namun saran tersebut tidak dilaksanakan oleh Pemda,” ungkap Jalal.
Selanjutnya, untuk pinjaman bisa dilakukan berdasarkan persetujuan DPRD dengan mekanisme Pemda lakukan pembahasan dengan DPRD yang nantinya muncul persetujuan pinjaman jangka panjang, kemudian mengusulkan ke Kemendagri, Kemenkeu dan Bapenas guna meminta persetujuan dari dua Kementerian dan Bapenas.
“Harus diukur kemampuan bayar hutang Pemda Pangandaran, namun ditunggu-tunggu tidak ada kabar, selang berapa hari Bupati menyampaikan surat kepada DPRD, tetapi bukan salinan dari dua Kementerian dan Bapenas, namun hasil kutipan rancangan persetujuan Kementerian, dan didalamnya adalah notulen. Sedangkan notulen tersebut adalah hasil dari Pemda Pangandaran artinya itu hasil dari ekspos Pemda dan bagi kami DPRD hal tersebut bukan sebuah dasar persetujuan,” ungkapnya.
Namun di Surat Bupati Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Pinjaman tersebut ada klausul di poin dua Kementerian Keuangan, huruf (a) Proses penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tidak harus menunggu persetujuan pertimbangan terkait portofolio. Maka proses Pemkab Pangandaran bisa langsung berjalan walaupun tanpa persetujuan DPRD.
Dari dasar tersebut pihaknya belum menyakini, karena tidak berdasarkan salinan keputusan dari dua Kementerian dan Bapenas. “Maka pertimbangan kami hal tersebut belum cukup untuk dibahas dan tentu belum bisa di paripurna-kan,” jelas Jalaludin.
“Kami selaku wakil masyarakat bukan menghambat pembangunan, tetapi kita berbicara kepentingan bersama, maka harus hati-hati karena kalau ajuan jangka panjang tentu residunya 10 tahun ke depan artinya dua periode kepemimpinan baru kepala daerah, dan anggota DPRD baru harus setuju akan keputusan dengan membayar cicilan hutang daerah,” pungkasnya. (N.Nurhadi)