Berita

Desa Pero Konda di Sumba Barat Daya Dikunjungi Kemendagri RI

×

Desa Pero Konda di Sumba Barat Daya Dikunjungi Kemendagri RI

Sebarkan artikel ini
Seksi Bidang Riset Inovasi Desa Kemendagri RI
Kunjungan dari Kemendagri RI pada Jumat 26 April 2024 lalu ke Desa Pero Konda di Sumba Barat Daya.

Sumba Barat Daya, LENSANUSANTARA.CO.ID – Pemerintah Desa Pero Konda Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya Provinsi Nusa Tenggarah Timur menerima Kunjungan dari Kemendagri RI pada Jumat 26 April 2024 lalu.

Kunjungan ini karena Desa Pero Konda memiliki nilai wisata mangrove adanya tumbuhan bakau di pinggir sungai yang jaraknya hampir 1 km lebih, dan hal itu sangat unik berbeda dari 19 Desa yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kodi Bangedo.

Example 300x600

Jika menilik sejarahnya, Pero Konda merupakan tempat bandar dermaga pelabuhan kecil yang diperkirakan sejak dari tahun1480-1600 Masehi.

Dahulu, banyak saudagar-saudagar atau pebisnis dari Pulau Jawa sudah singgah di pelabuhan kecil ini, bahkan memiliki cerita yang erat kaitan dengan kerajaan Mojopahit.

Konon, dalam cerita legenda rakyat bahwa Pero Konda ini diberi nama oleh mufti-mufti kodi hingga pada masa Penembahan Kodi alias Ndara Wunda atau nama Asli Abdulloh Ngudung (Dollo Ngudung), putra salah satu wali dari Pulau Jawa yang nama Ja’far Shadiq alias Sunan Kudus hingga perebutan Nyai Kendil antara Ra Mone dan Adi Pati Mone.

“Dalam sebuah hikayat, Muara Pero ada beberapa tokoh adat berpendapat, bahwa awal nama muara ini adalah Matumba karena adanya peristiwa tentang perebutan Nyai kendil (Inna Kandilo) oleh Puarere. Sehingga dalam putusan mufti Kodi bahwa Puarere dijatuhkan hukuman pancung kemudian kepalanya dibuang di Muara Matubba sehingga berubah nama menjadi Mananga Puarere,” tutur Yohanes Pembatis Malo Horo dan beberapa tokoh adat Kodi dan Kodi Bangedo.

Media ini telah menelusuri dalam babat sejarah di Pulau Jawa pada salah satu musium Sunan Giri alias Raden Paku (Poka), bahwa Sunan Giri pernah menjalankan bisnis Kuda Sumba untuk dibawah ke Pulau Jawa dan Madura serta Sumatera. Hal ini bisa ditemukan dalam syair adat Kodi yakni Ana Giri Dobba Ana Panggromalullah Ana Poka (Raden Paku) Ponggo Lere dan sinkron dalam catatan Tomi Peres (tahun 1600 M) salah satu tokoh sarjana asal Portugis yang mencatat dalam buku sejarahnya.

Kembali pada sejarah, Muara Puarere ini sehingga disebut Pero karena merupakan tempat sidangnya putusan para hakim mufti Kodi untuk menjatuhkan hukuman pancung pada Puarere yang memeliki ilmu Rawarontek.

Penyebutan Pero yang artinya musyawarah dan konda adalah nahkoda bandar dermaga para saudagar, karena peristiwa Puarere yang memiliki Ilmu Rawarontek dalam bahasa jawa. Singkat cerita Puarere dipegal kepalanya dan badannya dikuburkan di darat, sedangkan kepalanya di buang ke muara itulah hikayat cerita singkat tentang Pero Konda.

Kembali ke kunjungan Kemendagri RI, Camat Kodi Benyamin Kaka memberikan acuan agar khusus Desa Pero Konda ini dijadikan desa wisata mangrove yang harus benar-benar dimanfaatkan tentang bagaimana cara pengelolaan desa yang baik.

“Bukan Desa Pero Konda saja, tapi dari 19 Desa harus memiliki jiwa bersaing dalam membangun, serta memiliki desa yang pontensi dapat diharapakan desa wisata yang sama dengan daerah Bali, Jawa dan daerah lain yang merupakan sumber penghasilan masyarakat,” tutur Camat Kodi.

Sementara, Kades Pero Konda Koda Sanggore memberikan support pada Pemdes dan tokoh masyarakat agar bekerjasama yang baik demi membangun desa ini.

“Sesuai dengan tupoksi, dan sekarang saya sudah mulai melanjutkan program kerja dari bapak kades yang lama yakni Ali Story. Adapun mulai pembangunan gapura, penataan pondok-pondok bisnis wisata seperti warung desa, perahu jalan-jalan sekitar Muara Pero,” ungkapnya.

Kades menghimbau agar ada perhatian khusus juga dari pihak Pemda dan Pemerintah Pusat, karena apabila hanya mengharapkan dari dana desa, pihaknya juga tidak mampu karena anggaran dana desa juga terlalu dibawah standart.

Namun meski demikian, Kkades Pero Konda sudah merasa puas sedikit karena sudah menjadi nilai icon dalam pembangunan desa wisata ini. Jika dilihat dari sumber penghasilan masyarakat Desa Pero Konda yang mayoritas bersumber dari hasil nelayan dan pedagang-pedagang kecil sebenarnya sudah punya niat untuk kreasi dalam disegala bidang, namun ruang dan waktu belum tersimpulkan dengan baik.

“Akan tetapi kami tetap semangat membangun desa produktif dan inovatif itulah harapan kami,” ujar Kades Pero Konda.

Aferi S. Fudhail dan Arzad, Seksi Bidang Riset Inovasi Desa Kemendagri RI memberikan arahan pada Pemdes dan Pemda terus meningkatkan komitmennya dalam berinovasi, khususnya inovasi yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi desa melalui sektor pariwisata.

“Sehingga dalam program desa wisata melalui dana desa dapat digunakan dengan sesuai tupoksinya, dan tak hanya untuk pembangunan desa wisata saja, akan tetapi juga dalam hal pengadaan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana desa wisata, serta diperindah sedini mungkin sehingga menjadi gaya magnet wisata asing dan lokal maupun luar daerah itu harapan dari Kemendagri RI. Sehinga kami datang langsung berkunjung di salah satu desa yang berada di Sumba Barat Daya. Adapun sarana tersebut meliputi pergola, gazebo, pondok wisata atau homestay memang sudah ada homestay yang dibangun oleh salah satu pengusaha Pero Konda, akan tetapi dari desa juga harus berusaha untuk menambahkannya, kios-kios kecil sehingga menjadi tolak ukur wisata asing dan lokal maupun luar daerah untuk bisa menikmati pemandangan yang indah di pantai selatan Pero Konda,” terang Aferi S. Fudhail.

Ketua Bateman Desa juga memberikan arahan agar Pemdes dan Pemda kerjasama dengan baik. “Sehingga selalu terkontrol dengan baik dimanakala ada kendala langsung komfirmasikan pada instansi terkait,” tandas Yosef Rangga Lendu. (Gus Mone AL Mughni)

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.