Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – Bondowoso dikenal dengan salah satu wilayah yang memiliki peninggalan prasejarah, zaman Megalithikum. Salah satu peninggalan yang kini menjadi buah bibir yakni Batu Lawang.
Sebuah batu, yang dulu dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menjadi penentu pertanian. Karena, dipercaya bisa memantau musim tanam.
Batu Lawang masuk dalam wilayah situs Banyuputih, di Desa Banyuputih, Kecamatan Wringin. Situs terbilang menarik, karena posisinya berada di kawasan dengan pemandangan hamparan lautan dan pegunungan.
Batu Lawang memiliki panjang 7,2 meter, lebar 5 meter, dan tinggi 7,5 meter. Lokasinya berada di ketinggian 300 meter di atas permukaan air laut.
Batu Lawang yang juga dikenal dengan sebutan lain Batu Eppian- bahasa Madura yang artinya tempat menyepi atau bersemedi. Dikutip dari Times Indonesia, Juru pelihara (Jupel) Situs Batu Lawang, Abdul Wafi mengatakan, batu tersebut dijadikan sebagai lokasi menyepi atau semedi oleh pembabat atau sesepuh desa. Yakni KH Abdullah dan KH Abdul Azis.
Di tahun 1990, bahkan Batu Lawang ini dilestarikan dan dipelihara oleh masyarakat sekitar. Pada masa itu, masyarakat hakan kerap menggelar ritual dan tirakat. Saat ini, aktivitas itu sudah jarang dilakukan, karena kini Batu Lawang sudah banyak dikunjungi warga untuk menikmati keindahan alam melalui ketinggian.
Tetapi sejak banyak masyarakat yang tahu Batu Lawang melalui media sosial. Kunjungan terus meningkat bahkan dari luar kota. Termasuk anak-anak ramai bermain di sana saat siang hari.
Namun begitu, masyarakat masih sering menggelar Isthigisah di Batu Lawang setiap bulan. Tepatnya di malam tanggal belasan Hirjriah.
Di sisi lain, Batu Lawang tersebut hingga saat ini masih dipercaya menjadi penanda datangnya musim kemarau.
Tandanya adalah, apabila telah memasuki musim kemarau maka terbitnya matahari akan terlihat tepat di lawang batu atau tengah batu tersebut.