Jakarta, LENSANUSANTARA.CO.ID – Kekerasan di lingkungan pendidikan tinggi kembali menjadi sorotan. Dwi Rizaldi Hatmoko (DRH), dosen Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Muhammadiyah Madiun (UMMAD), melaporkan pengeroyokan yang dilakukan oleh sejumlah dosen dan karyawan kampusnya.
Laporan ini langsung disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMMAD, Ilham Mujahidin kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), dengan harapan kasus ini segera diproses secara hukum dan administratif.
Auditor Inspektorat Kemendikti Saintek, Khorin dan Rahmelia, telah menerima laporan ini dan menyatakan bahwa pihak kementerian akan melakukan telaah mendalam. “Laporan ini akan kami kaji terlebih dahulu, kemudian dibahas dalam rapat pimpinan untuk menentukan langkah yang tepat,” ungkap Khorin saat dimintai keterangan.
Kronologi: Dari Aspirasi Akademik Berujung Kekerasan
Kejadian pengeroyokan terjadi pada 5 September 2024 di lingkungan kampus UMMAD. Menurut korban, insiden bermula saat dirinya menyampaikan aspirasi mahasiswa mengenai akreditasi program studi kepada Rektor Sofyan Anif. Setelah pertemuan selesai, ajudan rektor dengan nada tinggi memaksa DRH menyerahkan ponselnya, mencurigai adanya rekaman diskusi tersebut.
“Saya menolak dengan sopan karena itu privasi. Namun, ajudan terus memaksa dan membentak. Bahkan rektor ikut menyela, ‘Aku ini direkam to?’” ungkap DRH. Tuduhan itu memicu kemarahan beberapa pihak, yang kemudian berujung pada pengeroyokan.
Ketua BEM Soroti Kelalaian Kampus dan Lambatnya Proses Hukum
Ketua BEM UMMAD, Ilham Mujahidin, mengkritik lambannya proses hukum yang ditangani oleh kepolisian setempat dan minimnya perlindungan yang diberikan pihak kampus kepada korban.
“Kasus ini bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga pelanggaran terhadap Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024, yang menjamin perlindungan tenaga pendidik dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi,” tegasnya.
Ilham juga menilai insiden ini mencerminkan kegagalan kampus dalam menjalankan tanggung jawabnya terhadap tenaga pendidik. “Tidak adanya perlindungan bagi korban dan ketidakpastian status kepegawaian menunjukkan kelalaian yang serius dari UMMAD,” lanjutnya.
Kemendikti Saintek Janji Telusuri Kasus
Auditor Inspektorat Kemendikti Saintek, Khorin dan Rahmelia, menyatakan bahwa laporan telah diterima secara resmi dan akan ditindaklanjuti. “Kami akan menelaah kasus ini terlebih dahulu, mengkaji fakta-fakta yang ada, dan kemudian membahasnya dalam rapat pimpinan. Setelah itu, baru akan diputuskan langkah atau tindakan yang perlu diambil,” jelas Rahmelia.
Pihaknya juga memastikan bahwa segala proses ini akan berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku. “Implementasi Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 akan menjadi salah satu fokus utama kami dalam menangani kasus ini,” tambahnya.
Tuntutan: Tegakkan Regulasi, Hentikan Kekerasan
Ilham Mujahidin mendesak Kemendikti Saintek untuk mengambil tindakan tegas, tidak hanya terhadap pelaku, tetapi juga terhadap institusi yang dianggap lalai. “Kami berharap sanksi tegas diberikan kepada pihak kampus yang secara kasat mata melanggar aturan. Regulasi seperti Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 harus ditegakkan tanpa kompromi,” ujarnya.
Ia juga berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga ada keadilan bagi korban. “Ini bukan hanya soal DRH, tetapi juga soal kepercayaan terhadap institusi pendidikan tinggi dan komitmen untuk melindungi tenaga pendidik,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi ujian bagi Kemendikti Saintek dan UMMAD. Apakah mereka mampu menunjukkan komitmen terhadap perlindungan tenaga pendidik dan penerapan regulasi yang adil? Atau, akankah kasus ini menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia?