Ponorogo, LENSANUSANTARA.CO.ID — Pasangan suami istri asal Dukuh Munggur Desa Pulung, RT.3 / RW. 1, Kabupaten Ponorogo, Ratemi (72) dan Tarikun (76), meminta bantuan kepada Aktivis PMI, Allena dan Yuni, untuk mencari putri mereka yang bernama Taryuni, yang hilang kontak sejak tahun 2000.
Ratemi, yang telah mengalami stroke selama 13 tahun, belakangan ini sering merasa seolah-olah dipanggil oleh anaknya yang telah lama menghilang. Rasa rindu yang mendalam pun terus dirasakan oleh Ratemi.
“Berangkat baik-baik, Mbak. Pamitan juga baik-baik sama keluarga. Satu tahun pertama masih sering kirim uang lewat BNI. Dulu juga sering telepon dari wartel. Ibunya akhir-akhir ini sering mendengar anaknya memanggil dan akhirnya ibunya sering terjatuh dan tersandung,” tutur Tarikun, sang ayah.
Saat tim Allena dan Yuni datang ke kediaman mereka, suasana haru langsung menyelimuti keluarga. Ratemi tak kuasa menahan air mata. Ia menangis penuh harap, memohon agar Miss Allena bisa segera memberikan kabar baik tentang anaknya.
“Saya kangen sekali sama anak saya. Tolong, Mbak… tolong carikan,” ucap Ratemi sambil terisak.
Taryuni diketahui berangkat ke Taiwan pada tahun 1999 melalui jasa PJTKI di Jakarta, dengan izin resmi dari suami dan keluarga. Keberangkatannya pun tanpa adanya masalah atau perselisihan dengan keluarga.
Hal ini juga diperkuat oleh keterangan suaminya, Parsun. Ia mengaku selama ini rumah tangganya dengan Taryuni baik-baik saja, tanpa pernah terjadi cekcok atau permasalahan. Parsun pun merasa bingung kenapa istrinya tidak pernah memberi kabar kepada keluarga.
“Saya juga nggak ngerti kenapa. Selama ini nggak pernah ada masalah. Saya mohon sama Miss Yuni dan Ibu Allena, tolong bantu carikan istri saya,” ujar Parsun dengan nada haru.
Kabar terakhir diterima keluarga pada tahun 2020, saat Taryuni sempat mengirimkan surat ke rumah. Namun, menurut keterangan anak pertama Taryuni, surat tersebut tidak pernah sampai karena hilang saat diantar oleh pihak kamituo desa.
“Dulu pernah, Mbak. Ibu itu kirim surat, tapi katanya dihilangkan oleh kamituo kami. Jadi kami juga belum pernah membacanya,” ungkapnya.
Keterangan tambahan disampaikan oleh adik Taryuni, bahwa saat berangkat ke Taiwan, Taryuni menggunakan status identitas sebagai lajang, padahal saat itu ia telah menikah.
Taryuni merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Selama ini keluarga belum pernah secara serius mencari keberadaannya, dan baru kali ini mereka mengupayakan pencarian melalui bantuan Aktivis PMI.