Nasional

APBN Regional Jatim Jadi Penopang Ekonomi, Pendapatan Capai Rp. 57,68 Triliun, Belanja Rp. 27 Triliun Hingga Maret 2025

×

APBN Regional Jatim Jadi Penopang Ekonomi, Pendapatan Capai Rp. 57,68 Triliun, Belanja Rp. 27 Triliun Hingga Maret 2025

Sebarkan artikel ini
Kepala Kanwil DJKN Jawa Timur, Dudung Rudi Hendratna (tengah), bersama Plh. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jawa Timur, Agung Yulianto (kanan), saat memimpin konferensi pers APBN KiTa Regional Jawa Timur

Surabaya, LENSANUSANTARA.CO.ID — Kementerian Keuangan melalui Perwakilannya di Provinsi Jawa Timur melaporkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Regional hingga 31 Maret 2025. Capaian pendapatan negara di Jawa Timur tercatat sebesar Rp57,68 triliun atau setara 20,41 persen dari target tahunan sebesar Rp282,65 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp27 triliun atau 21,51 persen dari pagu yang ditetapkan.

Data tersebut disampaikan dalam Konferensi Pers APBN KiTa Regional Jawa Timur yang digelar pada Selasa, 30 April 2025, di Aula Majapahit Gedung Keuangan Negara I Surabaya. Acara ini dipimpin oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jawa Timur, Dudung Rudi Hendratna, selaku Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur. Turut hadir secara daring pimpinan unit vertikal Kemenkeu di Jawa Timur, serta perwakilan media massa lokal.

Example 300x600

Konferensi pers ini merupakan bagian dari pelaksanaan Accountability and Transparency Kementerian Keuangan, sekaligus bentuk keterbukaan informasi publik dalam pengelolaan keuangan negara di daerah.

Dalam penjelasannya, Dudung mengungkapkan bahwa pendapatan negara dari sektor perpajakan dan kepabeanan masih menjadi penyumbang terbesar bagi kas negara di Jawa Timur. Hingga akhir Maret 2025, penerimaan dari Ditjen Pajak tercatat sebesar Rp21,6 triliun, di mana sebagian besar—sekitar Rp12,08 triliun—berasal dari sektor industri pengolahan.

Sementara itu, penerimaan dari Ditjen Bea dan Cukai mencapai Rp34,69 triliun. Rinciannya, penerimaan cukai sebesar Rp33,09 triliun (23,25% dari target), bea masuk Rp1,4 triliun (22,13%), dan bea keluar Rp193,35 miliar (164,5%). Penerimaan cukai didominasi oleh cukai hasil tembakau, mengingat Jawa Timur merupakan salah satu pusat industri hasil tembakau nasional.

“Penerimaan ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan dan cukai tembakau tetap menjadi tulang punggung ekonomi Jawa Timur, meskipun dinamika global sedang berlangsung,” ujar Dudung dalam keterangannya kepada awak media.

Realisasi Belanja Negara Fokus pada Pelayanan Publik dan Infrastruktur
Dari sisi belanja, alokasi dana negara diarahkan pada pemenuhan layanan dasar masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Belanja Kementerian/Lembaga mencapai Rp7,95 triliun, sedangkan belanja melalui Transfer ke Daerah (TKD) tercatat Rp19 triliun.

Belanja pegawai telah tersalurkan sebesar Rp6,21 triliun. Sementara itu, belanja barang mencapai Rp1,39 triliun yang digunakan untuk program-program seperti pelayanan pendidikan madrasah, pengendalian lumpur Lapindo di Sidoarjo, dan pemeliharaan keamanan serta ketertiban masyarakat.

Belanja modal sebesar Rp288,22 miliar dimanfaatkan untuk pembangunan dan peningkatan sarana pendidikan, rumah dinas, serta proyek-proyek strategis seperti preservasi jalan nasional, pengembangan bendungan, dan konektivitas perkeretaapian.

Selain itu, belanja bantuan sosial telah disalurkan sebesar Rp54,66 miliar, terutama untuk mendukung pendidikan dasar dan perguruan tinggi.

“Belanja pemerintah diarahkan untuk memperkuat fondasi sosial dan ekonomi di daerah, khususnya dalam bidang pendidikan, konektivitas, dan ketahanan pangan,” jelas Agung Yulianto, Plh. Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jatim.

Hingga akhir Maret, realisasi TKD telah mencapai Rp19 triliun atau 22,82% dari target tahunan. Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp9,39 triliun menjadi komponen terbesar, disusul Dana Bagi Hasil (DBH) Rp1,95 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Rp4,27 triliun, serta Dana Desa Rp3,34 triliun. Sementara itu, penyaluran DAK Fisik belum terealisasi karena masih menunggu kelengkapan syarat dari pemerintah daerah.

Pihak Kementerian Keuangan juga mengungkap adanya efisiensi belanja yang signifikan, yaitu sebesar Rp1,22 triliun dari pagu awal DAK Fisik sebesar Rp2,1 triliun. Efisiensi ini banyak terjadi pada bidang konektivitas dan ketahanan pangan.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kemenkeu Jatim juga memaparkan kondisi ekonomi regional Jawa Timur. Inflasi Maret 2025 tercatat 0,77% (yoy), naik dibanding dua bulan sebelumnya yang mengalami deflasi. Kenaikan ini dipicu oleh peningkatan konsumsi selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri, khususnya pada sektor makanan, minuman, dan transportasi.

Di sisi lain, nilai tukar petani (NTP) mencapai 111,61 dan nilai tukar nelayan (NTN) sebesar 100,49. Angka ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli kelompok petani dan nelayan di Jawa Timur.

Nilai ekspor Jawa Timur juga mengalami peningkatan menjadi US$ 2,09 miliar, dengan dominasi produk industri pengolahan (91,15%). Namun, nilai impor lebih tinggi, yaitu US$ 2,32 miliar, terutama untuk bahan baku dan penolong dari negara-negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jerman.

Dudung menekankan bahwa APBN berfungsi sebagai penyangga (shock absorber) dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional dan daerah. Ia juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan melalui kepatuhan membayar pajak, cukai, dan kewajiban fiskal lainnya.

“APBN adalah milik rakyat dan untuk rakyat. Partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan memenuhi kewajiban fiskal merupakan bentuk kontribusi nyata dalam mendukung pembangunan nasional,” tutupnya.

Dalam semangat keterbukaan informasi, Kemenkeu mengajak media massa untuk terus menyebarkan informasi APBN secara akurat dan konstruktif, agar masyarakat dapat memahami peran penting APBN dalam menopang pembangunan dan kesejahteraan bersama. (Ryo)