Surabaya, LENSANUSANTARA.CO.ID – Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan terus memperkuat sinergi fiskal dengan daerah. Hingga 31 Mei 2025, realisasi Transfer ke Daerah (TKD) untuk Provinsi Jawa Timur telah mencapai Rp33,88 triliun atau 40,58% dari target tahunan sebesar Rp83,49 triliun. Angka ini menjadi bukti nyata komitmen negara dalam menjaga roda pembangunan daerah tetap berputar.
Fakta tersebut disampaikan dalam Press Conference APBN KiTa Regional Jawa Timur yang digelar di Aula Lantai 4, Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya II, Jalan Dinoyo No.111, Surabaya, pada Kamis (20/6).
Acara ini dipimpin oleh Kakanwil DJKN Jawa Timur Dudung Rudi Hendratna selaku Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur, serta dihadiri Kakanwil DJP Jatim I Samingun, Kakanwil DJP Jatim III Untung Supardi, Local Expert Prof. Rudi Purwono, dan jajaran unit vertikal Kemenkeu se-Jatim secara daring maupun luring.
Dalam pemaparannya, Dudung menyebut bahwa ekonomi Jawa Timur tetap kuat di tengah gejolak global. Pertumbuhan ekonomi Jatim hingga Mei 2025 mencapai 5,00% (year-on-year).
Inflasi di Jawa Timur per Mei 2025 tercatat sebesar 1,22 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang berada di angka 1,60 persen, sekaligus menjadi yang terendah di Pulau Jawa. Stabilitas harga ini menunjukkan efektivitas pengendalian inflasi daerah, khususnya pada kelompok pangan.
Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 109,38, menandakan bahwa daya beli petani tetap terjaga dan usaha tani masih menguntungkan. Jawa Timur juga kembali mencatatkan diri sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional terbesar kedua setelah DKI Jakarta, mempertegas peran strategis provinsi ini dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“Jawa Timur berhasil menjaga stabilitas harga pangan dan mempertahankan kekuatan sektor pertanian dan ekspor,” ujar Dudung.
Realisasi Belanja Negara di Jawa Timur per 31 Mei 2025 telah mencapai Rp47,91 triliun atau setara 37,89 persen dari total pagu anggaran. Dari jumlah tersebut, belanja yang berasal dari Kementerian/Lembaga (K/L) tercatat sebesar Rp14,03 triliun.
Rinciannya meliputi belanja pegawai sebesar Rp9,87 triliun, yang digunakan untuk pembayaran gaji dan tunjangan. Belanja barang sebesar Rp3,22 triliun, yang dialokasikan untuk mendukung berbagai program seperti pendidikan tinggi, keamanan, dan kesehatan.
Serta belanja modal sebesar Rp874,46 miliar yang digunakan untuk pengadaan dan pembangunan infrastruktur strategis. Selain itu, pemerintah juga telah merealisasikan belanja bantuan sosial (bansos) sebesar Rp67,52 miliar, yang disalurkan untuk berbagai program perlindungan sosial, termasuk bantuan pendidikan dan program keluarga harapan.
Sampai dengan 31 Mei 2025, realisasi Transfer ke Daerah (TKD) di Jawa Timur telah mencapai Rp33,88 triliun, mencerminkan komitmen pemerintah pusat dalam mendukung penyelenggaraan layanan publik di daerah. Rincian alokasi TKD tersebut meliputi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp19,7 triliun untuk mendanai belanja aparatur dan pelayanan dasar, serta Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp3,86 triliun yang dipengaruhi oleh mekanisme penyaluran dan persentase penerimaan daerah.
Selain itu, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik telah terealisasi sebesar Rp14,79 miliar, sedangkan DAK Non Fisik mencapai Rp5,84 triliun, yang sebagian besar diserap untuk Dana BOS guna mendukung kegiatan pendidikan di berbagai jenjang.
Dana Desa juga mencatatkan realisasi sebesar Rp4,27 triliun, meskipun masih dipengaruhi oleh kendala administratif pada sebagian pemerintah daerah. Sementara itu, insentif fiskal yang ditujukan untuk mendorong kinerja daerah telah terealisasi sebesar Rp181,27 miliar.
“Realisasi ini mencerminkan dukungan penuh APBN terhadap pelayanan publik dan keberlanjutan APBD di daerah,” terang Dudung.
Pendapatan negara yang berasal dari Provinsi Jawa Timur telah mencapai Rp97,8 triliun, atau 34,64 persen dari target tahunan sebesar Rp282,65 triliun. Pendapatan tersebut sebagian besar berasal dari penerimaan perpajakan yang mencapai Rp94,4 triliun (34,07%), dengan kontribusi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp46,85 triliun dan dari Bea Cukai sebesar Rp55,09 triliun.
Rincian dari penerimaan Bea Cukai mencakup cukai sebesar Rp52,41 triliun, yang tumbuh 9,3 persen secara tahunan (yoy), bea masuk sebesar Rp2,42 triliun yang mengalami kontraksi 10,9 persen, serta bea keluar sebesar Rp270 miliar, yang justru melonjak hingga 498 persen akibat meningkatnya harga referensi komoditas seperti CPO dan kakao.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat sebesar Rp3,42 triliun atau 64,11 persen dari target, terdiri dari PNBP lainnya sebesar Rp1,75 triliun dan PNBP Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp1,67 triliun.
Di sisi lain, hasil lelang DJKN mencapai Rp2,27 triliun atau 41,71 persen dari target, PNBP pengurusan piutang negara sebesar Rp267,54 juta (melampaui target hingga 174,41%), dan PNBP aset sebesar Rp66,65 miliar atau 40,36 persen dari total target. Data ini menunjukkan bahwa sektor pendapatan negara di Jawa Timur cukup solid dan mengalami pertumbuhan positif di sejumlah komponen penting.
Sebagai bagian dari agenda prioritas nasional, Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Timur turut memantau pelaksanaan sejumlah program strategis yang mendukung kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan ekonomi desa.
Salah satunya adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG), di mana hingga Juni 2025 telah terbentuk 121 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Program ini menjangkau 362.595 penerima manfaat, yang terdiri dari siswa PAUD hingga SMA, santri di pesantren, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Selain itu, program Koperasi Merah Putih (KMP) juga menunjukkan capaian signifikan, dengan 8.492 koperasi telah terbentuk dari total 8.494 desa atau kelurahan yang ada di Jawa Timur. Program ini dirancang untuk memperkuat basis ekonomi kerakyatan di tingkat lokal.
Di sisi lain, keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga semakin meluas, tercatat telah aktif di 6.814 desa, atau setara 88 persen dari total 7.721 desa di provinsi ini, mencerminkan potensi besar sinergi antara BUMDes dan KMP untuk penguatan ekonomi desa secara berkelanjutan.
Konferensi pers diakhiri dengan sesi tanya jawab dari media. Dudung menegaskan bahwa APBN tidak hanya sebagai alat fiskal, tapi juga instrumen keadilan sosial.
“Ekonomi Jatim kuat karena fondasi industrinya beragam. Fiskal kita tetap solid. Efisiensi dan ketepatan sasaran belanja adalah kunci untuk pertumbuhan yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” pungkasnya. (Ryo)