Sidoarjo, LENSANUSANTARA.CO.ID – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan aksi tegas dalam penegakan hukum perpajakan dengan memblokir rekening ribuan penunggak pajak. Aksi serentak yang dilaksanakan pada 24–26 Juni 2025 ini melibatkan seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bawah Kanwil DJP Jawa Timur I, II, dan III.
Sebanyak 3.443 berkas penunggak pajak menjadi sasaran dalam kegiatan penagihan ini. Pemblokiran dilakukan terhadap rekening yang tersebar di 11 bank besar nasional yang berkantor pusat di Jakarta dan Tangerang. Selain itu, aset keuangan lain milik Wajib Pajak (WP) juga turut dibekukan, termasuk subrekening efek, polis asuransi, serta instrumen keuangan lain yang berada di lembaga keuangan.
Pemblokiran dilakukan oleh Juru Sita Pajak Negara terhadap WP yang telah mendapat surat teguran dan surat paksa, namun masih belum menyelesaikan kewajiban pajaknya. Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II, Agustin Vita Avantin, menyatakan bahwa proses ini merupakan langkah lanjutan setelah serangkaian pendekatan persuasif yang telah dilakukan sebelumnya.
“Pemblokiran dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Seluruh proses ini didahului dengan pendekatan persuasif dan upaya penagihan aktif lainnya,” ungkapnya, Rabu (25/6).
Tindakan ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta PMK Nomor 61 Tahun 2023 yang mengatur tata cara pelaksanaan penagihan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar.
WP yang terkena pemblokiran tetap memiliki ruang untuk menyelesaikan kewajiban melalui klarifikasi ke KPP terdaftar. Mereka juga bisa mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran maupun penghapusan sanksi administrasi, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Melalui aksi ini, DJP berharap mendorong tingkat kepatuhan sukarela Wajib Pajak, sekaligus memastikan penerimaan negara tahun 2025 tetap terjaga.
Penagihan akan terus dilaksanakan secara konsisten, efisien, dan berkeadilan, dengan mengedepankan prinsip kesetaraan, kenyamanan dalam pembayaran, serta ketepatan waktu. DJP menegaskan bahwa tindakan hukum ini bukan semata-mata represif, melainkan bagian dari tugas negara menjaga penerimaan dengan cara yang humanis dan terukur. (Ryo)