Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Fenomena sound horeg masih menjadi perbincangan panas di tengah masyarakat setelah terbitnya fatwa haram dari MUI Jawa Timur dan larangan kegiatan dari Polda Jawa Timur, Kamis (24/7/2025).
Tak hanya dibahas di dunia nyata, dinamika di media sosial pun semakin liar lewat perdebatan antara pendukung dengan masyarakat yang menolak sound horeg.
Menyikapi hal itu, Ketua GP Ansor Kencong Agus Nur Yasin mendesak agar Pemerintah Provinsi Jatim terutama Polda Jatim yang memiliki kewenangan langsung atas perizinan mengeluarkan keputusan bersama.
“Dalam hal ini, Polda Jatim harus sama-sama duduk dengan pemprov termasuk dengan pengusaha sound, sehingga akan ketemu ini dilarangnya dalam hal semacam apa? apakah volume diatur seberapa sehingga yang difatwakan haram dan dilarang tidak menjadi kebingungan di tengah masyarakat,”terangnya.
Kata Agus, maka harus segera berkumpul di sebuah forum antara pemprov, kepolisian, dan pengusaha sound nanti bisa ketemu kejelasan titik-titiknya. Semakin dibiarkan masyarakat mempunyai pendapat sendiri-sendiri makin liar.
“Ia mengaku beberapa kali bertemu dengan pemilik sound maupun masyarakat. Mereka berharap, MUI tidak hanya mengeluarkan fatwa kemudian Polda tidak hanya melarang tapi harus ada kejelasan yang lebih spesifik,”ujar Agus saat dikonfirmasi melalui virtual zoom.
Yang haram itu bagaimana, karena kita tahu ketika ada sound ini banyak hal yang menjadi manfaat tapi sebaliknya ada yang menganggap ada kerugian juga.
“Tidak gesitnya pihak Pemprov dan Polda Jatim, menurut Agus akan merugikan kepala daerah baik bupati dan walikota. Sebab, akan ada ketimpangan ketika kepala daerah mengambil sikap masing-masing,”imbuhnya.
Menurut Agus, tentu perlakuan (kepala daerah) berbeda-beda, karena kondisinya di lapangan juga masing-masing. Kami dari Ansor melihat harus ada forum untuk bisa duduk bersama mencarikan solusi, kepolisian menginisiasi dan gubernur memfasilitasi.
“Pemkab Jember sebaiknya menunggu intruksi dari pimpinan atas (gubernur) untuk menyikapi masalah sound horeg, karena polemik tersebut tidak hanya terjadi di Jember tapi semua wilayah di Jatim,”paparanya.
Oleh sebab itu, menurut Agus, “Bupati Jember Fawait menurutnya tidak perlu mengeluarkan sebuah statment terkait sound horeg yang justru akan membuat perpecahan antara kubu yang pro dan kontra.
“Justru yang harus mengeluarkan statment dulu itu pemprov, kan yang mengeluarkan fatwa MUI Jatim ditambah larangan dari Polda Jatim. Tidak bisa kemudian bupati mengcounter atau tidak menjalankan perintah itu. Beliau (Bupati Fawait) sekarang pemimpin Kabupaten Jember, posisinya ya harus sesuai tugasnya memimpin. kabupaten.
”Jadi saya pikir bupati tidak perlu keluarkan statment menanggapi sound horeg yang itu menjadi ranahnya kepolisian. Kalau mudah mengeluarkan pernyataan, ini malah akan menjadi gap mengadu yang pro dan kontra,” jelasnya,”tambahnya.
Lebih jauh Agus menyampaikan, bahwa masyarakat harus memberi kesempatan pemimpinnya melaksanakan tugas dan program-program pemerintah dengan baik.
“Bukan berarti sound horeg tidak penting, tapi ada yang lebih penting yang beliau pikirkan program-program yang hari ini sangat diterima masyarakat. Seperti, layanan kesehatan UHC, beasiswa untuk mahasiswa, dan perbaikan infrastruktur jalan,”sebutnya.
Di tempat terpisah, Ketua Jember Sound System Comunity (JSSC) Arief Sugiartani menyatakan, para pengusaha tidak menolak adanya fatwa dari MUI namun harus jelas poin-poinnya.
“Kami tidak menolak jika ada aturan yang jelas bagaimana suaranya, bagaimana tariannya dan sebagainya,” ucapnya.
Arief menyebut, pengusaha sound horeg siap diatur asal aturannya jelas dan tidak ada yang dirugikan.
“Kmai siap diatur dalam bentuk surat edaran, Perbub bahkan Perda. Namun, semua pihak harus diakomodir, baik yang suka terhadap sound maupun yang tidak suka,”tungkasnya.