Pemerintahan

Wali Kota Batu Tekankan Budaya sebagai Jati Diri Bangsa pada Penutupan Kongres Kebudayaan III Kota Batu 2025

1119
×

Wali Kota Batu Tekankan Budaya sebagai Jati Diri Bangsa pada Penutupan Kongres Kebudayaan III Kota Batu 2025

Sebarkan artikel ini
Foto bersama Wali Kota, pejabat daerah, akademisi, dan insan budaya sebagai penutup Kongres Kebudayaan III

Batu, LENSANUSANTARA.CO.ID – Kota Batu kembali menorehkan sejarah penting dalam perjalanan kebudayaannya. Graha Pancasila Balai Kota Among Tani menjadi saksi penutupan Kongres Kebudayaan III Kota Batu 2025. Acara ini menutup rangkaian kegiatan yang berlangsung sejak 24 Agustus, menghadirkan diskusi, pertunjukan seni, hingga rekomendasi kebijakan yang semuanya bermuara pada satu tujuan: meneguhkan budaya sebagai jati diri bangsa.

Dalam sambutannya, Wali Kota Batu Nurochman menegaskan bahwa budaya bukan sekadar ornamen, melainkan akar yang menghidupi bangsa. Ia menekankan pentingnya integrasi nilai budaya dalam setiap kebijakan pemerintah.

Example 300x600

“Jati diri kita semua tidak akan lengkap jika tidak mengangkat kembali kemuliaan budaya dan memberi tempat mulia bagi budaya dalam perilaku dan kehidupan kita,” ujar Wali Kota dengan penuh penekanan.

Pernyataan ini seolah menjadi pengingat bahwa modernisasi dan arus globalisasi tidak boleh mengikis kearifan lokal yang diwariskan leluhur.

BACA JUGA :
Kota Batu Luncurkan Koperasi Multi Pihak Kreatif Pertama di Indonesia, Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kreatif

Nurochman juga menyoroti fenomena perayaan masyarakat yang sering menggunakan sound system berkekuatan tinggi. Menurutnya, kebiasaan itu patut dikritisi agar tidak menggeser nilai budaya yang sesungguhnya.

“Bukan berarti kita anti terhadap perayaan dengan suara keras, tetapi kita sebagai pemerhati budaya harus bertanya: apakah itu benar-benar mencerminkan budaya kita?” ungkapnya.

Pernyataan tersebut mendapat sambutan hangat dari para peserta kongres. Mereka menilai, suara keras musik elektronik memang seringkali menutupi suara gamelan, tembang, atau kidung tradisi yang justru menyimpan nilai spiritual tinggi.

Pemerintah Kota Batu melalui kongres ini merumuskan berbagai langkah strategis. Mulai dari menjaga ketertiban masyarakat, memperkuat regulasi budaya, hingga menciptakan ruang-ruang baru bagi seniman lokal.

“Kongres ini menjadi sumber daya berharga, tempat kita menimbang dan mendengar suara masyarakat. Kota Batu akan terus menjunjung tinggi nilai-nilai leluhur yang telah diwariskan,” kata Wali Kota.

BACA JUGA :
Beri Layanan Prima, Polisi di Kota Batu Dorong Mobil Wisatawan yang Mogok

Kongres Kebudayaan III pun menghasilkan rekomendasi penting bagi arah pembangunan Kota Batu, antara lain penguatan pendidikan berbasis budaya, perlindungan situs-situs warisan sejarah, serta dukungan penuh terhadap komunitas seni tradisi.

Malam penutupan semakin khidmat ketika Wali Kota menyerahkan penghargaan kepada insan budaya yang telah berjuang melestarikan seni dan tradisi di Kota Batu. Mereka adalah Hen Susanto/Om Diana – pencipta musik, Kasiyan – pelestari Pencak Tradisi dan Banteng, Ramelan – pelestari Jaran Dor, Djamiludin – pelestari alat musik Siter, Ki Iswandi – pendiri Padepokan Gunung Ukir (penghargaan lifetime achievement).

Pemberian penghargaan ini tidak hanya sebagai bentuk apresiasi, melainkan juga pesan bahwa perjuangan mereka adalah teladan bagi generasi muda.

BACA JUGA :
Ribuan Jamaah Hadiri Pengajian Umum dan Doa Bersama untuk Pilkada Damai di Kota Batu

Turut hadir dalam acara tersebut Prof. Djuli Djati Prambudi, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya, Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Ketua Dewan Kebudayaan Kota Batu, serta jajaran OPD dan instansi vertikal. Kehadiran para tokoh ini mempertegas bahwa budaya adalah tanggung jawab kolektif, bukan hanya milik seniman, melainkan juga pemerintah, akademisi, dan masyarakat luas.

Kota Batu selama ini dikenal sebagai destinasi wisata, namun melalui kongres ini, Batu ingin menegaskan dirinya juga sebagai pusat kebudayaan. Dengan pesona alamnya, Batu diharapkan bisa menjadi rumah yang nyaman bagi tradisi, sekaligus panggung yang terbuka bagi inovasi budaya baru.

Penutupan Kongres Kebudayaan III menjadi refleksi bahwa kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis dan terus tumbuh. Di tengah arus zaman yang cepat, Batu berkomitmen menjaga keseimbangan antara kemajuan dan akar tradisi. (Ryo)