Solo, LENSANUSANTARA.CO.ID – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) kembali menjadi sorotan publik setelah mengumumkan perihal kebutuhan apa saja yang dikenakan royalti.
Baru-baru ini publik dibuat geger dan gempar oleh beberapa kasus pengusaha yang dikenakan royalti dalam jumlah yang fantastis.
Beberapa usaha yang dikenakan royalti dalam akhir-akhir ini ada sebuah restoran gacoan, cafe-cafe yang menyanyikan lagu para penyanyi, hotel-hotel yang menyalakan TV di dalam kamar tamu, dan lagu-lagu nasional pun juga diisukan dikenai royalti.
Royalti adalah pembayaran yang dilakukan kepada pemilik hak cipta atau paten atas penggunaan atau eksploitasi karya atau penemuan mereka. Royalti dapat berupa pembayaran uang yang diberikan kepada pemilik hak cipta atau paten sebagai kompensasi atas penggunaan karya atau penemuan mereka oleh pihak lain.
Dasar hukum adanya royalti diatur dalam beberapa peraturan diantaranya: Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, dan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta.
Ditemui secara terpisah di kantor Kesekretariatan HIPMI Kabupaten Sukoharjo, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Kabupaten Sukoharjo, Silvia Kusumaningrum mengatakan ” Adanya Kebijakan Royalti yang menimpa rekan-rekan pengusaha yang bergerak di bidang pelayanan seperti hotel, cafe, dan restoran tentunya sangat membutuhkan musik sebagai hiburan dan juga sebagai umpan kepada para calon pengunjung untuk datang melakukan transaksi sesuai kebutuhan mereka, hal tersebut tentunya akan membuat pengunjung nyaman” (01/09/2025)
“Perlu digarisbawahi juga dengan adanya kebijakan royalti tentunya akan membantu para musisi dalam mengoordinir pemasukan mereka lewat lagu-lagu yang dibawakan oleh penyanyi lainnya, ujar Silvia Kusumaningrum”
“Namun di sisi lain adanya kebijakan royalti yang kurang tepat juga akan membuat para pelaku usaha kesusahan dan juga para musisi lokal yang biasa manggung dari cafe ke cafe akan turut merasa efeknya, ujar Silvia Kusumaningrum”
“Upaya penarikan royalti memang diperlukan sekali untuk menghargai para musisi yang sudah bersusah payah membuat lagu, namun perlu juga dibuat regulasi peraturannya, seperti misal usaha UMKM atau usaha yang menjadikan musik hanya sebagai pengiring saja tidak perlu membayar royalti, ujar Silvia Kusumaningrum”
“Dalam mengantisipasi adanya penagihan royalti oleh pihak LMKN kepada usaha kita, kita bisa mengganti hiburan yang tadinya musik bisa kita ganti dengan menyediakan permainan, baik itu remi, UNO, Catur, dan mengadakan acara stand up comedy, ujar Silvia Kusumaningrum”
“Upaya kita jika ada teman-teman pengusaha dari Kabupaten Sukoharjo yang ditagih royalti oleh pihak LMKN adalah kami akan berkoodinasi dengan Ketua Kadin dan HIPMI se- Soloraya untuk mencari jalan solusi yang terbaik dari permasalahan ini, selebihnya mungkin kita akan menyurati pihak DPR RI untuk mengadakan audiensi dengan teman-teman HIPMI dan Kadin se- Soloraya dengan teman-teman dari pihak LMKN untuk menemukan titik terang dari problematika yang ada, tutup Silvia Kusumaningrum”
Ditemui secara terpisah di kantor Kesekretariatan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Surakarta, Direktur Eksekutif Kadin Surakarta, David Wijaya mengatakan “Kebijakan royalti memang perlu ditekankan agar teman-teman musisi mendapatkan kesejahteraannya, namun perlu dibuat regulasi peraturannya, misal usaha apa saja yang berhak dikenai royalti dan untuk besaran nominal royalti pun juga disesuaikan dengan kluster usahanya”
“Sebagai contoh, Royalti untuk di kafe per kursi katakan di harga 30.000 jadi lebih ringan dan tidak memberatkan teman-teman pengusaha, begitu juga royalti dari musisi yang menyanyikan lagu-lagu penyanyi lainnya pun ada acuan harga sendiri, ujar David Wijaya”.
“Saya berharap pemerintah dapat mengkaji dengan serius terkait kebijakan royalti ini, tutup David Wijaya”. (Taufan Rahsobudi/ Lensa Nusantara Solo).