Religi

Perjalanan Hidup Seorang Kuli Tinta, Hingga Menjadi Tamu Allah di Tanah Suci

32
×

Perjalanan Hidup Seorang Kuli Tinta, Hingga Menjadi Tamu Allah di Tanah Suci

Sebarkan artikel ini
Sutrisno Aji bersama istri waktu di Tanah Suci Makkah.

Rembang, LENSANUSANTARA.CO.ID –
Tidak ada yang lebih indah dalam hidup seorang hamba selain ketika Allah SWT memanggilnya menjadi tamu di Tanah Suci. Kisah inspiratif ini dialami oleh H. Sutrisno, S.E., warga Desa Sendangmulyo Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah kepada LensaNusantara, Jumat (12/9/2025)

Perjalanan hidupnya penuh ujian dan pengorbanan, namun pada akhirnya Allah menganugerahkan karunia terbesar: undangan untuk menunaikan ibadah ke Tanah Suci pada tahun 2025.

Example 300x600

Rumah yang tampak sederhana dengan mata berkaca-kaca, Ia menceritakan perjalanan panjang yang penuh luka liku sejak muda hingga kini.

“Dulu saya hanya bisa minta doa setiap kali bertemu orang pulang haji atau umrah. Dalam hati saya berucap, Ya Allah, kapan giliranku? Padahal aku juga hamba-Mu ya Allah,” ungkapnya lirih.

Dari Surveyor Hingga ABK Kapal

Trisno Aji, begitu panggilan akrabnya mengisahkan bahwa awal kariernya bermula di Surabaya pada tahun 1980-an sebagai seorang surveyor proyek bangunan. Namun, pada tahun 1989, ia harus menerima kenyataan pahit ketika perusahaan tempatnya bekerja melakukan pengurangan tenaga kerja, akibat krisis ekonomi.

“Saya dirumahkan, dan sejak saat itu saya benar-benar memulai segalanya dari nol,” ucapnya.

Tak menyerah pada keadaan, ia memilih ikut melaut sebagai Anak Buah Kapal (ABK). Pada saat yang sama, ia dan istrinya juga mencoba beternak kambing. Rumah mereka kala itu berdinding bambu, sederhana, bahkan mirip kandang kerbau.

“Namun saya jalani dengan ikhlas bersama istri. Dari dua ekor kambing, berkembang jadi sebelas. Dari situlah akhirnya bisa membeli rumah,” ungkapnya lirih.

Lelaku dan Doa dalam Kehidupan

Selama menjalani hidup Ia percaya bahwa do’a dan usaha tidak akan sia-sia. Ia bahkan pernah berbicara dengan seekor anak sapi yang dirawatnya.

“Saya bisikkan, sapi, awakmu tak ajak kangelan yo,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca.

Baginya, setiap hewan ternak yang dirawat dengan penuh kasih sayang merupakan titipan Allah yang bisa menjadi jalan rezeki.

Kisah pengorbanannya semakin terasa ketika sapi satu – satunya dalam keadaan hamil yang ia rawat dijual untuk membantu orang tua yang lebih membutuhkan.

“Masya Allah, cari istri seperti istriku itu sulit, mas. Dia ikhlas ketika sapi itu dijual demi orangtuanya,” terangnya penuh haru.

Pertemuan dengan Sang Intelektual

Perjalanan hidupnya berubah arah ketika ia bertemu dengan almarhum H. Mundakir, tokoh intelektual Rembang sekaligus pendiri STIE Rembang. Dari pertemuan itu, Sutrisno yang awalnya menjadi loper koran Suara Rembang justru diberi kesempatan menulis berita.

“Tulisan pertama saya tentang bunuh diri di Sarang langsung dimuat. Rasanya luar biasa, itulah awal saya berani menulis,” ungkapnya.

Berkat bimbingan H. Mundakir, ia akhirnya dipercaya menjadi wartawan. Tak hanya menulis berita, ia juga pernah membuat karikatur politik yang diterbitkan di koran tersebut. Namun, setelah Suara Rembang berhenti terbit pada tahun 2012, Sutrisno memilih mengabdikan diri pada dunia pendidikan.

Mendirikan Lembaga PKBM Budi Utomo

Dengan semangat memberdayakan masyarakat, Sutrisno mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Budi Utomo pada tahun 2011. Lembaga ini hadir untuk membantu masyarakat yang putus sekolah agar tetap bisa memperoleh pendidikan.

“Banyak warga di Sluke dan sekitarnya tidak punya ijazah, padahal industri butuh tenaga kerja berpendidikan. Dari situ PKBM berdiri,” jelasnya.

Hingga kini, ia dipercaya menjadi pengelola sekaligus kepala sekolah PKBM tersebut. Menurut warga, Sutrisno dikenal rendah hati, dermawan, serta gemar membantu sesama.

Kunci Istiqomah: Tahajud, Sedekah Subuh, dan Bakti pada Ibu

Dalam wawancara, Sutrisno membocorkan “rahasia” bagaimana Allah akhirnya memanggilnya ke Tanah Suci. Ia menuturkan bahwa sejak dua tahun terakhir, ia istiqomah melaksanakan sejumlah amalan.

Pertama, bangun sebelum subuh untuk sholat tahajud, lalu sholat berjamaah bersama istri. Setelah subuh, ia membaca Yasin, Ar-Rahman, Al-Waqi’ah, dan Al-Mulk (Tabarok).
Kedua, ia menyiapkan kotak amal di rumah.

“Setiap subuh, saya isi. Entah dua ribu, lima ribu, atau sepuluh ribu. Tidak penting besar kecilnya, yang penting ikhlas. Setiap Jumat, uang itu saya bagikan ke masjid atau tetangga yang membutuhkan,” terangnya.

Ketiga, ia selalu menyisihkan sebagian rezekinya untuk membantu orang lain, serta menunaikan zakat 2,5% dari pendapatan yang diterima.

Keempat, ia menjadikan ibunya sebagai guru utama. Setiap pulang ke Madura, sebagai bentuk bakti.

“Ibu adalah primadona saya. Dari doa ibu, hidup saya diberkahi,” ucapnya tulus.

Menjadi Tamu Allah

Semua amalan itu dijalaninya dengan penuh keikhlasan. Akhirnya, pada tahun 2025, tempatnya pada tanggal 10 Agustus 2025 doa yang selama ini ia panjatkan terkabul.

Ia dipanggil Allah untuk menjadi tamunya di Tanah Suci melalui program umrah gratis.

error: Content is protected !!