Madiun, LENSANUSANTARA.CO.ID – Sengketa perbankan mencuat di Pengadilan Negeri (PN) Kota Madiun. Seorang nasabah, Dwi Ernawati, resmi menggugat PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atas dugaan pencairan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tanpa prosedur hukum yang sah, Rabu (17/9/2025).
Melalui kuasa hukumnya, Wahyu Dhita Putranto, S.H., M.H., penggugat menilai Bank Mandiri telah lalai dan melanggar prinsip kehati-hatian dalam pencairan kredit.
Menurut Dwi Ernawati, dirinya tidak pernah menandatangani perjanjian kredit di hadapan notaris/PPAT, tidak menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) asli, maupun menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
“Bank Mandiri selaku lembaga perbankan seharusnya menjalankan prinsip kehati-hatian. Faktanya, pencairan KPR dilakukan tanpa prosedur hukum yang sah, dan klien kami yang justru menanggung kerugian besar,” ujar Wahyu Dhita Putranto.
Masalah semakin pelik ketika pada 2024, rumah yang dibeli dengan fasilitas KPR justru masuk daftar lelang eksekusi hak tanggungan di KPKNL Madiun. Padahal, penggugat mengaku rutin membayar cicilan.
“Kami menilai ada kelalaian fatal dalam proses kredit ini. Klien kami tidak pernah menandatangani perjanjian kredit maupun menyerahkan sertifikat asli, tetapi dana tetap dicairkan. Karena itu, kami menggugat untuk meminta keadilan dan pemulihan hak klien kami,” tegas Wahyu.
Dalam gugatannya, Dwi Ernawati menuntut:
Ganti rugi materiil Rp64 juta, mencakup uang muka dan angsuran yang sudah dibayar.
Ganti rugi immateriil Rp10 miliar atas kerugian psikologis, tekanan sosial, dan kecemasan.
Pembersihan nama dari catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Penyerahan sertifikat rumah dalam keadaan bebas sengketa.
Sidang perdana digelar di PN Madiun hari ini. Namun, pihak Bank Mandiri tidak hadir meski sudah dipanggil secara sah. Majelis hakim akhirnya menjadwalkan pemanggilan ulang untuk sidang berikutnya.
“Ketidakhadiran pihak tergugat dalam sidang perdana menunjukkan lemahnya iktikad baik untuk menyelesaikan perkara ini secara terbuka dan adil. Padahal, kasus ini bukan sekadar sengketa perdata, tetapi menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan,” tandas Wahyu.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut tanggung jawab moral dan hukum perbankan. Apabila prinsip kehati-hatian diabaikan, maka nasabahlah yang menanggung risiko terbesar, bahkan hingga kehilangan aset berharga