Pangandaran, LENSANUSANTARA.CO.ID- seolah membungkam seribu bahasa ditelan bumi atas dugaan kongkalikong tiket Asli Tapi Palsu ( Aspal ) yang beberapa waktu lalu sempat ramai jadi perbincangan. seolah permalasahan ini tidak ada ujungnya dan kejelasannya ditelan bumi raib begitu saja.
Ketua Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Kabupaten Pangandaran, Apudin angkat bicara, “ seharusnya agar proses hukum terkait kasus dugaan pemalsuan tiket Asli Tapi Palsu ( Aspal) yaitu tiket masuk objek wisata Pangandaran dilakukan secara tegas, transparan, dan bebas dari kongkalikong antara pihak manapun”, ucap Apudin .( Rabu, 08/10/2025)
“ Dugaan praktik pemalsuan tiket retribusi daerah merupakan tindakan yang mencoreng nama baik daerah dan merugikan keuangan publik. Saya meminta aparat penegak hukum bertindak cepat dan profesional, sesuai koridor hukum yang berlaku.”
“Kami minta aparat penegak hukum bekerja jujur dan profesional. Jangan ada kompromi, jangan ada yang dilindungi. Semua pihak yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban hukum tanpa pandang bulu,” tegas Apudin”.
Lebih lanjut, menekankan pentingnya kepastian hukum dalam setiap proses penegakan perkara, termasuk kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT), sebagaimana diatur dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. “ ungkapnya”.
Dasar Hukum dan Prinsip Kepastian Hukum ;
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 — “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
→ Setiap tindakan aparat maupun pejabat publik harus tunduk pada hukum dan menjunjung asas keadilan.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 — “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman — menjamin bahwa peradilan dilakukan demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) — mengatur bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau merugikan keuangan negara dapat dipidana, termasuk dalam tindakan manipulasi dan pemalsuan penerimaan daerah.
Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) — menegaskan bahwa setiap pihak yang turut serta atau membantu melakukan tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban hukum yang sama.
Apudin menilai, keberadaan pasal-pasal tersebut harus dijadikan pedoman agar tidak terjadi penyimpangan selama proses hukum berlangsung. Ia juga menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh dihambat oleh kepentingan politik maupun tekanan dari pihak tertentu.” jelasnya”.
“Kami akan terus mengawal proses ini agar tidak ada permainan atau jual beli perkara. Masyarakat menunggu bukti nyata, bukan janji,”
Ia juga mengapresiasi langkah awal Pemerintah Daerah yang mulai memperketat sistem pengawasan dan berkomitmen melakukan digitalisasi tiket wisata, namun tetap menekankan bahwa penegakan hukum harus menjadi prioritas utama.
Pangandaran harus menjadi contoh daerah wisata yang bersih dari praktik KKN. Alam kita indah, pemerintahannya juga harus bersih. “ Pungkasnya”. ( N.Nurhadi )