Kuliner

Menilik Pembuatan Kerupuk Bandung di Desa Waru Rembang, Dibuat Secara Tradisional

694
×

Menilik Pembuatan Kerupuk Bandung di Desa Waru Rembang, Dibuat Secara Tradisional

Sebarkan artikel ini
Kerupuk menjadi salah satu makanan pendamping paling banyak dicari saat di meja makan.

Rembang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Kerupuk menjadi salah satu makanan pendamping paling banyak dicari saat di meja makan. Terutama saat hajatan,sedah laut dan bumi. Ini menjadi pertimbangan Junaidi membuka dan mempertahankan usaha hingga kini.

Cuaca di Rembang cukup terik, Selasa 14 Oktober 2025.Terlihat sepasang suami istri mulai mencampur adonan untuk berjualan. Tak mengutamakan keindahan, mereka dengan giat menguleni dan mencetak makanan pendamping sumber penghasilan.

Example 300x600

Proses produksinya pun tak selalu tiap hari. Namun, makanan ini cukup banyak dicari. Ya, kerupuk. Bisa dibilang kudapan pendamping ini cukup melegenda dan ada di mana-mana. Kerap ditemui di warung-warung kelontong, makan, hingga hajatan.

BACA JUGA :
Kades Kusriyanto Apresiasi Pemuda Desa Pandean Rembang, Juara 1 Festival Thong Thong Lek 2025

Salah satu pengusaha kerupuk ini berasal dari Desa Waru, Kecamatan Rembang. Dijalankan Junaidi dan istrinya. Saat dijumpai langsung di rumahnya sekaligus tempat produksi, ia mulai bercerita. Dari awal mula membuka usaha hingga keresahannya.

Dia mengatakan, kerupuk buatannya lebih dikenal dengan sebutan kerupuk bandung. Cukup mirip dengan kerupuk yang dijual di warung-warung. Namun, ada perbedaan dari segi rasa dan bahan. Menurutnya, lebih terasa ikannya karena menggunakan campuran ikan dan resep keluarga.

’’Ini awalnya suami yang mulai. Sejak awal 1990-an. Pernah ikut pakde di luar kota yang juga bisa membuat itu. Akhirnya, belajar dan menerapkan di sini,”ucap laki laki paro baya itu kepada LensaNusantara, Selasa (14/10/2025)

BACA JUGA :
Solusi Sukses, Usaha Pakan Ternak Rumahan dengan Modal Kecil

Tak pelit ilmu, dia menjelaskan cara membuat dan beberapa bahan dibutuhkan. Mulai dari proses membuat adonan dari jenis tepung tertentu, mencetak menggunakan cetakan khusus, dikeringkan, hingga digoreng.

’’Ada ciri khasnya. Resep mungkin cukup beda, kami memakai ikan tengiri atau kadang yang biasa dibuat pindang,” katanya. Dia menambahkan, dalam proses produksi masih menggunakan cara tradisional.

Memasak dengan tumpukan batu bata dan kayu bakar. Menurutnya, untuk menjaga rasa agar tetap otentik dan khas. Namun, lanjut dia, tidak melakukan proses produksi setiap hari. Sebab, sekali membuat bisa mencukupi stok untuk distributor atau konsumen beberapa hari.

BACA JUGA :
Bupati Harno: Dinas Terkait, Study Banding Cari Referensi Desain Alun-alun yang Ideal untuk Rembang

’’Per bungkus isi enam biji. Dari kami jual Rp 1.500 perpiecenya, nanti bisa dijual Rp 2.000,” tutur dia. Ia mengungkapkan, biasa menitip di warung-warung. Namun, sayangnya usaha tidak selalu ramai. Dia mengaku, sering kali penjualan lesu.

Terutama saat banyak hajatan dan sedekah bumi di desa, karena umumnya kerupuk dibuat sebagai pendamping makan. Ia mengaku, dalam proses mempertahankan usahanya hingga mencapai konsumen membutuhkan usaha cukup keras.

Tak selalu berjalan mulus dan sesuai harapan, sering menemui tantangan. Dia berharap, ini juga menjadi atensi pemerintah daerah bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).