Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Isu warisan utang program J-Keren (Jember Keren) yang diinisiasi mantan Bupati Hendy Siswanto kembali mengemuka. Di tengah sorotan publik, Pemerintah Kabupaten Jember kini mulai menyiapkan langkah konkret untuk menuntaskan tunggakan yang membelit tiga rumah sakit daerah dengan total mencapai Rp214 miliar.
Tiga fasilitas layanan yang terdampak adalah RSD dr. Soebandi, RSD Kalisat, dan RSD Balung. Beban piutang terbesar berada di RSD dr. Soebandi, yang menanggung lebih dari separuh total kewajiban.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Jember, Akhmad Helmi Luqman, menjelaskan bahwa pihaknya kini mendampingi seluruh rumah sakit daerah dalam menyusun skema pembayaran utang sesuai arahan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Kabupaten Jember.
“Kami menjalankan fungsi pembinaan dengan memastikan setiap rumah sakit menyusun rencana pembayaran yang realistis dan tertuang dalam RBA (Rencana Bisnis Anggaran),” jelas Helmi, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, langkah ini dilakukan untuk memastikan seluruh proses penyelesaian berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai koridor hukum. Dinas Kesehatan juga diminta Bupati Jember Muhammad Fawait untuk memastikan tak ada pengulangan kebijakan yang membebani keuangan daerah di masa mendatang.
“Di sisi lain, persoalan J-Keren menjadi dilema tersendiri bagi Pemkab Jember. Program yang dulu digadang-gadang sebagai layanan kesehatan gratis bagi seluruh warga kini meninggalkan beban fiskal besar,” terangnya.
Menurut Helmi, bahwa masyarakat tetap membutuhkan keberlanjutan pelayanan kesehatan yang terjangkau.
“Situasi ini tidak mudah. Pemerintah harus menyeimbangkan antara kewajiban menyelesaikan utang lama dan kebutuhan menjaga mutu layanan publik,” ujarnya.
Berdasarkan catatan pihak RSD dr. Soebandi, piutang J-Keren terus menumpuk sejak tahun 2022. Pada tahun itu, tunggakan mencapai sekitar Rp35 miliar, jumlah yang sama juga terjadi pada 2023. Hingga 2024, angka itu melonjak menjadi sekitar Rp76 miliar, dengan total keseluruhan kini mencapai Rp109 miliar.
“Keterlambatan pembayaran membuat rasio kas rumah sakit (cash ratio) menurun drastis. Imbasnya, rumah sakit mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan vital seperti pengadaan alat kesehatan, bahan habis pakai, hingga stok obat-obatan penting,” terangnya.
Tak hanya itu, rekanan farmasi yang memasok obat-obatan kini banyak menghentikan pengiriman karena belum menerima pembayaran. Beberapa bahkan memutus kerja sama dengan rumah sakit daerah, memperparah tekanan operasional layanan kesehatan publik di Jember.
“Pemkab Jember berkomitmen menuntaskan seluruh tanggungan secara bertahap. Namun, pemerintah daerah juga menegaskan bahwa setiap kebijakan baru di sektor kesehatan wajib melalui perencanaan keuangan yang matang, agar “romantisme politik” di masa lalu tak kembali terulang,” paparanya.