Natuna, LENSANUSANTARA.CO.ID — Di bawah terik matahari di tepi perairan Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, seorang lelaki tua tampak membungkuk memecah batu. Palu besi dengan gagang retak itu menjadi alat utama Daeng Taurat (63) untuk mencari nafkah setiap hari.
Setiap ayunan tangan Daeng menghasilkan dentuman pendek yang memecah batu, satu per satu, untuk dijual kepada siapa pun yang membutuhkan material bangunan. Namun hasilnya tak selalu cukup.
“Kalau ada proyek, batu saya laku. Kalau tidak, ya dibiarkan menumpuk. Tapi perut lapar tiap hari,” ujarnya saat ditemui Lensanusantara.co.id, Minggu (2/11/2025).
Daeng tinggal bersama istri dan tiga anak di rumah berdinding papan dan beratap seng yang mulai berkarat. Penghasilannya yang tak menentu sering membuat keluarganya harus berhemat bahkan menahan lapar.
“Kalau tidak ada uang, kami cuma minum air putih. Kadang saya minta bantuan orang untuk beli beras,” katanya lirih.
Meski hidup serba terbatas, Daeng mengaku masih menyimpan keyakinan dan harapan terhadap hadirnya pemimpin yang peduli terhadap rakyat kecil.
“Saya merindukan pemimpin berhati Khalifah Umar bin Khattab,” katanya pelan, “pemimpin yang takut kalau ada rakyatnya kelaparan.”
Ia kemudian menuturkan kembali kisah Umar bin Khattab yang memikul sendiri karung gandum untuk diberikan kepada seorang ibu miskin di Madinah. Kisah itu, kata Daeng, menjadi pengingat bahwa seorang pemimpin sejati seharusnya turun langsung merasakan penderitaan rakyatnya.
“Coba bayangkan, pemimpin sampai turun tangan sendiri buat rakyatnya makan karena takut pertanggungjawaban di hari kiamat. Sekarang? Kadang yang lapar tak pernah terlihat oleh mereka di kursi empuk,” ujarnya.
Daeng bukan hanya berbicara soal keimanan, tapi juga tentang kenyataan hidup warga kecil di daerah pesisir yang masih berjuang di tengah keterbatasan. Di antara batu-batu yang ia pecahkan setiap hari, tersimpan harapan bahwa keadilan dan kepedulian masih mungkin tumbuh di negeri ini.













