Pendidikan

Pungutan ANBK di SMP PGRI Batu Ceper: Dugaan Pungli, Celah Dana BOS, dan Lemahnya Pengawasan Dindik

2588
×

Pungutan ANBK di SMP PGRI Batu Ceper: Dugaan Pungli, Celah Dana BOS, dan Lemahnya Pengawasan Dindik

Sebarkan artikel ini

Tangerang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Dugaan pungutan liar (pungli) di SMP PGRI Batu Ceper, Kota Tangerang, membuka tabir praktik yang selama ini kerap tersembunyi di balik jargon pendidikan gratis. Sekolah ini diduga menarik iuran Rp175.000 per siswa kelas VIII untuk pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) 2025.

Informasi tersebut bukan sekadar isu, melainkan diakui langsung oleh Kepala SMP PGRI Batu Ceper, Toharuddin. Kepada wartawan, ia berdalih penarikan iuran dilakukan untuk menutupi kebutuhan di luar anggaran, seperti transportasi pengawas dan atribut ANBK.

Example 300x600

Namun, pernyataan itu penuh kontradiksi. Awalnya ia menyebut pungutan baru sebatas “wacana”, tetapi kemudian mengakui sudah ada pembayaran siswa dengan total sekitar Rp2 juta. Bahkan, Rp500 ribu di antaranya sudah digunakan.

“Sisanya saya suruh pulangkan, dan yang sudah terpakai saya tanggung jawab,” kata Toharuddin.

BACA JUGA :
Ratusan Wartawan dan LSM, Geruduk Satpol PP Kota Tangerang, Ini Tuntutannya

Celah Dana BOS dan Dalih Kebutuhan Tambahan

Operator sekolah, Faisal, menegaskan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun ini tidak menganggarkan biaya transportasi pengawas. Karena itu, sekolah merasa perlu mencari jalan lain.

“Kalau sejauh apa dan siapa yang sudah bayar, saya tidak paham,” ujarnya.

Faisal juga mengaku Dinas Pendidikan Kota Tangerang telah mengetahui penarikan ini. Menurutnya, sosialisasi sudah dilakukan dengan syarat adanya kesepakatan orang tua. Namun, faktanya tidak semua wali murid sepakat.

Salah satu orang tua, HA, merasa pungutan ini janggal. “ANBK itu gratis. Tahun lalu anak saya di sekolah lain tidak dipungut biaya. Kok di sini bayar?” katanya.

Dimensi Hukum: Pungli Tetap Pungli

Padahal, berdasarkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, pungutan hanya bisa dilakukan oleh komite sekolah secara sukarela, tanpa paksaan, dan bukan untuk kebutuhan yang sudah ditanggung negara. Lebih jauh, program ANBK secara resmi dibiayai oleh negara melalui BOS dan APBN.

BACA JUGA :
Universitas Insan Pembangunan Indonesia menggelar Dies Natalis ke-3

Sekretaris DPD ASWIN Provinsi Banten, Widodo, menegaskan, pengembalian uang tidak menghapus unsur pungli.

“Jelas ini kesalahan. Terlepas sudah dikembalikan, unsur pungli tetap ada. Terlebih jika pejabat terkait sudah mengetahui, maka harus ada evaluasi serius,” tegasnya.

Kasus Serupa: Fenomena Berulang

Kasus di Batu Ceper bukanlah yang pertama. Beberapa tahun terakhir, laporan pungutan untuk ANBK dan ujian kerap muncul di sekolah swasta maupun negeri. Modusnya mirip: dalih biaya transportasi, konsumsi pengawas, hingga kebutuhan teknis.

Di beberapa daerah, praktik ini bahkan berujung pada teguran keras dari inspektorat dan aparat hukum. Namun lemahnya pengawasan membuat praktik serupa kerap muncul kembali.

BACA JUGA :
Pemkot Tangerang Dukung Gebyar Ramadan Kareem sebagai Wadah Kreativitas dan Penguatan Ibadah

Pertanyaan yang Belum Terjawab

Kasus SMP PGRI Batu Ceper memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar:

Jika ANBK dijamin gratis oleh negara, mengapa sekolah masih membebankan biaya kepada siswa?

Apakah Dinas Pendidikan Kota Tangerang benar-benar melakukan pengawasan, atau justru menutup mata?

Mengapa celah penganggaran BOS terus dimanfaatkan untuk membenarkan pungutan?

Dan, berapa banyak lagi siswa serta orang tua yang menjadi korban “biaya tersembunyi” pendidikan?

Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pendidikan Kota Tangerang belum mengeluarkan pernyataan resmi. Sementara itu, publik menanti tindak lanjut: apakah kasus ini akan sekadar berakhir pada “pengembalian uang”, atau menjadi pintu masuk penindakan serius terhadap praktik pungli di dunia pendidikan.

error: Content is protected !!