Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Bagaimana pelaku UMKM bisa berkembang jika akses permodalan masih terbatas? Pertanyaan inilah yang menjadi benang merah Sosialisasi Peningkatan Inklusi Keuangan yang digelar DPR RI bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) di Hotel Aston Jember, Minggu (14/12/2025).
Mengusung tema “Mewujudkan Masyarakat Sejahtera Melalui Peningkatan Inklusi Keuangan di Kabupaten Jember”, kegiatan ini diikuti ratusan peserta dari kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta masyarakat umum. Sejak awal acara, diskusi mengarah pada satu persoalan krusial: masih jauhnya akses layanan keuangan formal bagi pelaku usaha super mikro.
Meski tingkat inklusi keuangan nasional terus menunjukkan tren positif, kesenjangan masih terasa nyata. Wilayah pedesaan dan pelaku usaha super mikro yang jumlahnya mencapai lebih dari 60 persen unit usaha nasional—masih sering tertinggal dari sistem perbankan formal.
Anggota DPR RI Komisi XI, H. Charles Meikyansah, menegaskan bahwa permodalan merupakan kunci utama keberlangsungan UMKM. Namun dalam praktiknya, banyak pelaku usaha kecil justru tersisih karena persoalan klasik seperti agunan, administrasi, hingga rendahnya literasi keuangan.
Menurut Charles, UMKM super mikro menjadi kelompok paling rentan karena memiliki usaha, tetapi tidak memiliki akses kredit yang layak. Padahal, ketika akses pembiayaan dibuka, dampaknya bisa langsung dirasakan, tidak hanya bagi ekonomi keluarga, tetapi juga perekonomian daerah.
Ia menambahkan, Komisi XI DPR RI terus mendorong lahirnya kebijakan keuangan yang lebih berpihak pada pelaku usaha kecil agar mereka tidak terjerumus pada pinjaman ilegal atau praktik keuangan berisiko tinggi.
Selain permodalan, literasi keuangan menjadi sorotan utama dalam kegiatan ini. Charles menilai rendahnya pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan kerap membuat mereka mudah terjebak pinjaman online ilegal maupun investasi bodong. Karena itu, inklusi keuangan, menurutnya, tidak boleh berjalan sendiri tanpa diiringi edukasi yang memadai.
Sementara itu, H. Moch. Junaidi, mantan birokrat di bidang keuangan, memaparkan peran strategis pemerintah dalam memperluas inklusi keuangan. Mulai dari penyusunan regulasi, penyaluran program pembiayaan, hingga penguatan ekosistem keuangan daerah dinilai telah disiapkan, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal.
Junaidi menekankan bahwa berbagai skema seperti kredit bersubsidi, penjaminan, hingga pendampingan UMKM akan sulit efektif jika masyarakat belum memahami cara mengakses dan mengelolanya dengan baik.
Ia juga menyoroti peluang besar digitalisasi layanan keuangan, terutama untuk menjangkau daerah-daerah yang selama ini sulit diakses layanan perbankan. Namun, transformasi digital tersebut harus diiringi edukasi agar masyarakat tidak hanya mengenal manfaatnya, tetapi juga memahami risiko yang menyertainya.
Sosialisasi berlangsung interaktif. Para peserta aktif menyampaikan kendala yang mereka hadapi di lapangan, mulai dari sulitnya memperoleh modal, minimnya pendampingan usaha, hingga kebingungan memilih produk keuangan yang aman. Sejumlah pelaku UMKM bahkan berharap kegiatan ini tidak berhenti pada sosialisasi, tetapi berlanjut pada pendampingan berkelanjutan dan kemudahan akses pembiayaan.
“Dengan meningkatnya literasi dan inklusi keuangan, UMKM di Jember diharapkan tidak lagi bergantung pada pembiayaan informal yang berisiko. Akses terhadap layanan keuangan resmi dinilai menjadi langkah awal bagi UMKM untuk tumbuh lebih sehat, berdaya saing, dan mampu menopang perekonomian daerah,” tuturnya.














