Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – Sediakan aku 1000 orang tua niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya. Sediakan aku 10 pemuda makan akan aku goncang kan dunia. (Ir.Soekarno)
Pessan syarat makna dari founding fathers Bangsa Indonesia di atas mengisyaratkan dahsyatnya energi seorang pemuda. Pernyataan tersebut sangat berdasar jika melihat catatan historis perjalanan bangsa yang tersaji apik dari masa ke masa.
Ratusan tahun yang lalu, seorang pemuda yang mempunyai mimpi besar menyatukan Nusantara dengan sumpah palapa dan pemuda itu bernama Gajah Mada.
Pada tahun 1908, organisasi pemuda pertama yang didirikan oleh Soetomo dan para mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), yaitu Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908. Pada akhirya, sejarah mencatat dan anak bangsa merayakannya hingga detik ini menjadi hari kebangkitan nasional.
20 tahun setelah lahirnya Budi Utomo, para pemuda dari berbagai pulau di Nusantara melakukan aksi maha dahsyat yang sampai detik ini belum tertadingi. Aksi tersebut terwadahi dalam konggers pemuda di Jakarta yang melahirkan sumpah pemuda.
Sumpah yang begitu luar biasa menghilangkan sekat-sekat perbedaan dari puluhan ribu pulau, ratusan bahasa dan suku bangsa. Dengan segala keterbatasannya pada saat itu, pemuda dari Miamas hingga pulau Rote itu bersumpah, bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Akhirnya, anak bangsa memperingatinya setiap tanggal 28 Oktober sebagi hari sumpah pemuda.
Catatan heroisme pada aksi sumpah pemuda pada saat itu adalah bagaimaa sumpah pemuda itu tidak terjadi begitu saja tanpa adanya sebuah perjuangan yang panjang, perjuangan untuk tidak lagi melihat batasan kita sebagai Suku, Adat, Ras, dan Agama.
Perjuangan mengesampingkan rasa kecintaan terhadap daerahnya masing-masing (primodialisme) untuk tujuan yang lebih besar yaitu persatuan Indonesia. Dahsyatnya lagi, peristiwa sumpah pemuda itu terlahir dari keterbatasan segala hal mulai dari keterbatasan teknologi, informasi, transportasi, dan perekonomian yang jauh dari era sekarang ini.
Pemuda juga menjadi garda terdepan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indoesia.
Seorang pemuda yang bernama Bung Tomo bersama para santri dan restu kyai dengan semangat resolusi jihat terbukti mampu melakukan perlawanan dahsyat kepada Sekutu.
Tercatat menjadi rekor dunia atas meninggalnya dua jenderal Sekutu yang tak pernah terjadi sepanjang sejarah dunia, yakni Brigadir Jenderal Malaby dan Mayor Mensergh. Sejarah mengenalnya dan anak bangsa memperingati sebagai Hari Santri Nasional dan Hari Pahlawan.
Salah satu puncak perjuangan pemuda ketika sudah bermetaforsa menjadi mahasiswa yakni pada peristiwa reformasi tahun 1998.
Turunnya rezim Soeharto yang membangun dinastinya selama 32 tahun dan diselimuti inflasi yang begitu menyeramkan membuat para pemuda turun ke jalan hingga tumbangnya rezim orde baru dan selamat datang orde reformasi hingga sekarang.
Dari catatan peristiwa di atas, pemuda mempunyai peran sentral yang luar biasa dalam menggerakkan perubahan di Indonesia.
Aksi nyata pemuda tersebut tentu saja sebagai bentuk kecintaannya pada bangsa Indonesia. Para pemuda tersebut telah meneladankan sikap bersatu bangun bangsa, selaras dengan tema 94 tahun sumpah pemuda.
Jaman telah berubah, karya besar sumpah pemuda terukir pada masa revolusi industri 2.0, dan tentunya setting latarnya berbeda dengan era evolusi industri 4.0 sekarang ini.
Para generasi milenial yang menyandang gelar pemuda berada di tengah gempuran arus globalisasi yang begitu dahsyat pula. Potret buram pemuda milenial pun menjadii parade aksi bertubi-tubi yang tidak elok seperti; maraknya geng motor, pecandu dan pengedar narkoba, pelaku kekerasan fisik dan seksual, tawuran, budak android, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya.
Singkatnya, pemuda detik ini sebagai pemuja tekhnologi menjadi sangat hedonis dan terhimpun dalam sebuah komunitas maya.
Sebaliknya, pemuda detik ini cenderung tidak mau melakukan pergerakan positif untuk ikut serta bela negara.
Momentum peringatan sumpah pemuda tahun ini dengan tema bersatu bangun bangsa menjadi sangat penting bagi semua pihak untuk mengajak para pemuda melakukan refleksi nilai-nilai sejarah sumpah pemuda untuk selanjutnya menjadi inspirasi dan praktik baik membangun bangsa.
Dalam dunia pendidikan seorang guru harus mampu mendidik, mengajar, menginspirasi, dan menggerakkan peserta didik yang nota bene mereka adalah pemuda harapan bangsa.
Guru harus mempunyai intelektual organik yang oleh Gramschi di sebut sebagai intelektual yang mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk selanjutnya bisa menggerakkan energi dahsyat yang dimilki peserta didik tersebut untuk ikut serta membangun bangsa sesuai dengan potensi kodratnya.
Penguatan pendidikan karakter menjadi skala prioritas yang harus dilakukan oleh setiap lembaga pendidikan dalam momentum tindak lanjut refleksi 94 tahun sumpah pemuda.
Peserta didik di sekolah yang merupakan manifestasi pemuda masa depan gemilang bangsa Indonesia harus diselamatkan dari segala bentuk perilaku menyimpang.
Penguatan lima nilai karakter utama yakni; religius, nasionalis, integritas, gotong royong, dan mandiri harus terus digelorakan oleh sekolah dan terintegrasi dengan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Selanjutnya, peran tripatit pendidikan dalam hal ini pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus benar-benar sinergis dalam rangka penguatan pendidikan karakter.
Akhirnya, sinergitas tersebut jika terus dilakukan maka akan terlahir para pemuda cerdas berkarakter sebagai wujud nyata bersatu bangun bangsa.
Penulis : Indah Mei Astuti, S.S., M. Pd
Publisher : Udien