Uncategorized

UU KIP Terhalangi, Masyarakat Sapudi Sumenep Kehilangan Hak Memantau Perilaku Pejabat Publik

×

UU KIP Terhalangi, Masyarakat Sapudi Sumenep Kehilangan Hak Memantau Perilaku Pejabat Publik

Sebarkan artikel ini

Sumenep, https://lensanusantara.co.id – Lensa Nudantara.co.id, Kepulauan sapudi yang terdiri dari dua kecamatan, yaitu kecamatan gayam dan kecamatan nonggunong yang berada dalam Kabupaten Sumenep, sangat membutuhkan adanya keterbukaan informasi, harapan masyarakat sapudi (kepualaun Sumenep) tersebut adalah bagian dari motifasi untuk menentukan arah sapudi kedepan, partisipasi masyarakat dalam membangun daerahnya sangat memelurkan keterbukaan informasi, sehingga jalinan pemikiran untuk menjadikan penyelenggaraan pemerintahan yang baik bisa terbangun jika keterbukaan informasi diimplementasikan dengan baik.

Example 300x600

Amanat UUD 1945 pasal 28F “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Penegasannya yang selanjutnya Sebagai landasan hukum diatur dalam UU KIP nomor 14 tahun 2008. Salah satu pasal yang mengatur tentang keterbukaan informasi yang tidak dapat dipublikasikan dapat berakibat fatal yaitu

pasal 52

“Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan informasi Publik berupa informasi Publik secara berkala, informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Dalam tulisan Roni Saputra yang menerangkan penjelasan Mas Achmad Santosa bahwa pemerintahan yang terbuka mensyaratkan adanya jaminan atas lima hal, yaitu: (1) hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya; (2) hak untuk terlibat memperoleh informasi; (3) hak untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik; (4) kebebasan berekpresi yang antara lain diwujudkan dalam kebebasan pers; dan (5) hak untuk mengajukan keberatan penolakan atas keempat hak terdahulu.

Jika merujuk pada pernyataan Achmad Santosa maka informasi yang dihalang-halangi akan merugikan masyarakat dalam hal untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, penghalangan informasi tentunya banyak hak masyarakat yang hilang, sehingga keuntungan yang harus didapat oleh semua pihak baik eksekutif, legeslatif maupun yudikatif musnah oleh penghalangan-penghalangan tersebut.

Diskusi kecil-kecilan yang biasa dilakukan oleh komunitas pecinta kopi menanggapi adanya kesulitan masyarakat untuk mengakses informasi cukup beragam, penyampaian Homaidi pendamping PKH Desa Pancor “keterbukaan informasi akan menciptakan semua pihak sama-sama mengetahui, sehingga kinerja kita akan terkontrol secara ketat, seperti halnya informasi PKH sebagai contoh, yang terang benerang disampaikan kepada masyarakat”.

Dilanjutkan dengan pernyataan saudara Agus Widiyanto yang mengatakan, “dalam mendapatkan informasi seringkali mendapat tantangan yang disertai ancaman-ancaman baik langsung (terbuka) maupun tidak langsung” berlanjut Agus Widiyanto “Para aktifis penyambung aspirasi rakyat, dihadapkan dengan dua pilihan yaitu terus menjadi pengontrol (pembela kepentingan rakyat) atau diam saja dengan konsekwensi mendapat bagian, lempar sana-sini menjadi kebiasaan alasan para birokrasi untuk menjaga kerahasiaan, saya seringkali mengalami kesulitan itu, sehingga saya kehilangan hak untuk berpartisipasi dalam memantau para pejabat publik”.

sedangkan H. Tajul ulum mengatakan “Menjadi sangat miris, ketika banyak para aktivis demokrasi yang ada dipulau sapudi, yang sering kali mengatasnamakan organisasi atau Lembaga swadaya masyarakat (LSM) tak lagi memposisikan sebagai pembela aspirasi masyarakat, lebih memilih diam, sehingga menimbulkan opini liar bahwa konspirasi sudah mencengkram dan rakyat kepualauan sapudi tidak akan bisa bergerak”.

Harapan dan perjuangan terus memperbaiki sapudi lebih baik tidak akan pernah punah sedangkan Penyelenggara pemerintah yang sumber pendanaannya dari APBN/APBD yang pada hakekatnya adalah uang rakyat, maka harus bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. “mewujudkan harapan itu perlu tekat dan keberanian, pilihan itu harus diambil dengan segala konsekwensinya, sehingga terciptanya pemerintahan bebas KORUPSI, KOLUSI, NIPOTISME (KKN) menjadi nyata” achmad muksin (yek). (Ags)

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.

Tinggalkan Balasan