Banjarnegara, LENSANUSANTARA.CO.ID – Tradisi tenongan sebagai salah satu nguri-nguri budaya dalam acara sedekah bumi, yang sejak turun temurun sudah di lakukan para leluhur. Meskipun sudah di era zaman modern seperti ini, masyarakat beberapa daerah misalnya di Kabupaten Banjarnegara tetap melestarikan tradisi tersebut agar tidak punah.
Salah satunya di Desa Jalatunda, Kecamatan Mandiraja. Dalam pantauan lensanusantara.co.id disalah satu titik kegiatan yang berada di Dusun Kemokon yang dipusatkan di pertigaan jalan milik desa, terlihat ratusan masyarakat dengan membawa wadah bernama tenong yang berisi nasi lengkap dengan lauk pauk, seperti tempe, ikan, daging, peyek.
Acara yang di hadiri Camat Mandiraja Anang Sutanto S.STP., M.Si Kapolsek AKP Akbarul Hamzah, SH, MM, Danramil Kapten Inf Puji BS, perwakilan Forkopincam, perangkat desa dan Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto yang sedang melakukan KKN, terlihat ratusan tenong yang terbuat dari bambu, begitu tertata rapi di sepanjang jalan.
Kades Jalatunda, Satam mengatakan bahwa tenongan merupakan acara sedekah bumi yang sudah dilakukan selama ratusan tahun. “Ini sudah menjadi tradisi Desa Jalatunda turun temurun yang kita adakan setiap tahun dalam ruwat bumi, ini masyarakat tidak kita paksa harus buat, tapi mereka sudah paham, dan membuat Tenong sesuai kemampuan masing-masing untuk isinya,” ungkapnya, Jumat (28/7/2023).
Masih kata Satam. “Tenongan biasanya dilakukan setiap hari Jumat Kliwon dalam bulan Muharram atau Suro penanggalan Jawa. Karena menurut orang tua dulu, hari itu merupakan hari yang sakral dan sudah dilakukan sama sesepuh kita dulu, makanya karena ini merupakan tradisi untuk berbakti kepada Tuhan, pemilik kehidupan dan semoga kehidupan tahun ini bisa lebih baik dari tahun kemarin dan semua masyarakat diberikan keberkahan dan keselamatan,” tambahnya.
Sementara ditemui usai acara, Camat Mandiraja Anang Sutanto yang sudah empat kali menghadiri kegiatan tersebut menyampaikan, dirinya sangat mendukung masyarakatnya yang sampai saat ini masih mempertahankan adat budaya Tenongan tampa diperintah oleh Kepala Desa.
“Semoga semua ini menjadi berkah dan barokah untuk semuanya, tampa diperintah masyarakat dengan sendirinya mempunyai inisiatif, karena ini budaya sodaqoh yang harus dipertahankan, dan saya disini belum melihat pemuda yang membawa tenongan, semua sepuh-sepuh semua, tolong dipertahankan, jangan sampai hilang,” jelas Camat Anang.
Dalam tenongan di Desa Jalatunda dibagi setiap dusun, karena jika dijadikan satu, tempat tidak akan mencukupi, karena bisa mencapai sekitar 700 tenong lebih.
“Kalau dijadikan satu disini tidak muat tempatnya, karena bisa mencapai 500 hingga 700 Tenong lebih,” pungkas Kades. (Gunawan).