Pangandaran, LENSANUSANTARA.CO.ID – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran mengalami defisit anggaran tahun 2023 sebesar Rp351 miliar. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut Pemkab Pangandaran berencana meminjam ke pihak bank.
Solihudin menyampaikan, Rencana Pemkab Pangandaran melakukan pinjaman ke pihak bank mendapatkan penolakan dari anggota Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran salah satunya dari Partai PKS. Rabu, (07/12/2023)
Dikatakannya, untuk mengatasi defisit anggaran sebesar Rp 351 miliar Pemda harus mendapatkan persetujuan dari anggota DPRD Pangandaran. Setelah itu pemda harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Persetujuan tersebut harus ditempuh oleh Pemda Pangandaran, karena masa jabatan Bupati Pangandaran akan berakhir pada tahun 2024 dan batas pinjaman yang direkomendasikan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) hanya Rp 65 miliar.
“Untuk melakukan pinjaman tentu harus ada langkah-langkah yang harus ditempuh, salah satu syaratnya melakukan rapat paripurna bersama anggota DPRD Pangandaran,” ujarnya.
“Kalau pinjaman jangka menengah dan jangka panjang memang harus persetujuan DPRD, tetapi bukan hanya DPRD saja, harus ada persetujuan 3 Kementerian. Satu dari 3 saja gak setuju bisa batal,” ucap Solihudin.
“Kemudian agar penolakan ini jangan sampai ada yang melintir, memohon kepada Pemda agar melakukan pengetatan anggaran, khususnya dalam fiskal daerah, dan tidak ingin masyarakat terbebani menanggung utang atas kebijakan pinjaman daerah tersebut, pada saat rapat itu tidak dihadiri 2/3 anggota sehingga rapat tidak memenuhi kuorum,” terang Solihudin.
Dirinya menambahkan, alasan para anggota fraksi melakukan penolakan itu karena berdasarkan PP No. 56 Tahun 2018 pinjaman jangka panjang harus berdasarkan persetujuan DPRD, dengan mekanisme kepala daerah mengajukan permohonan dibahas bersama DPRD dan kepala daerah.
“Walaupun dalam surat bupati poin 1 huruf a bahwa persetujuan sudah termasuk pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Tetapi sampai akan ditetapkan APBD tahun 2024 belum dilakukan pembahasan secara mendalam,” tutur Solihudin.
Lebih lanjut Solihudin menambahkan, pihaknya belum mendapatkan informasi besaran defisit yang sebenarnya.
“Sehingga kami pun belum tahu berapa pinjaman yang harus diselesaikan,” terangnya.
Menurut Solihudin, pihaknya meminta agar pemda memberikan kejelasan jumlah cicilan yang harus ditanggung APBD.
“Apakah pada APBD berikutnya masih ada defisit diluar kewajiban membayar angsuran? kami menelaah portofolio hasil Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ada saran untuk menekan defisit agar pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran dengan menunda pekerjaan fisik,” tuturnya,” paparnya.
Namun kata Solihudin, setelah penetapan anggaran perubahan tahun 2023 hal itu tidak dilakukan.
“Demikian alasan kami, sebelum ada kejelasan tentang hal diatas, kami menolak paripurna,” pungkasnya. ( N. Nurhadi)