LENSANUSANTARA.CO.ID – Dalam kajian “Ma’ruf dan Munkar” (kebaikan dan kemunkaran) seringkali berkaitan erat dengan dakwah atau ajakan kepada orang lain. Sehingga saat istilah ini muncul, yang terlintas adalah “Amar Ma’ruf-Nahi Munkar” (memerintahkan yang baik dan melarang yang tidak baik).
Hal ini sebenarnya didukung dengan Surat Ali Imran:110, di mana Allah menarasikan umat Nabi Muhammad sebagai umat pilihan, disebabkan terdapat karakter “Amar Ma’ruf-Nahi Munkar” pada diri mereka. Namun, perkara Ma’ruf dan Munkar sejatinya bukan tentang orang lain (al-mad’u, orang yang diajak), tapi harus dimulai dari diri sendiri (al-da’i, orang yang mengajak).
Untuk itulah, pesan Rasulullah kepada Harmalah bin Abdillah tentang Ahlul Ma’ruf menjadi penting. Rasulullah bersabda:
اِئْتِ اْلمَعْرُوْفَ، وَاجْتَنَبِ الْمُنْكَرَ، وَانْظُرْ مَا يعُجبُ أُذُنَكَ أَنْ يَقُولَ لَكَ الْقَوْمُ إِذَا قُمْتَ مِنْ عِنْدِهِمْ فَأْتِهِ، وَانْظُرِ الَّذِي تَكْرَهُ أَنْ يَقُولَ لَكَ الْقَوْمُ إِذَا قُمْتَ مِنْ عِنْدِهِمْ فَاجْتَنِبْهُ
“Kerjakan hal yang baik, hindari hal yang munkar. Perhatikan apa yang membuat telingamu (dirimu) senang, seperti orang lain berkata kepadamu (tentang perbuatanmu) ketika engkau berada bersama mereka, (jika perkataan tersebut baik dan menyenangkanmu) maka kerjakanlah”.
“(Sebaliknya) perhatikan atas apa yang membuat dirimu tidak menyukainya, seperti orang lain berkata (mengata-ngatai) kepadamu (tentang perbuatanmu) tatkala engkau berada bersama mereka. (Jika demikian perkataan itu tidak menyenangkan) maka jahuilah/ hindari”.
Dalam Kitab Mukhtarul Ahadis, hadis yang ditulis nomor urut kedua ini diriwayatkan oleh Jamaah (6 orang perawi hadis, yaitu Bukhari-Muslim dalam Kitab Al-Sahih mereka, al-Tirmidzi, al-Nasai, Ibn Majah, dan Abi Dawud dalam Kitab Sunan mereka). Namun justru hanya Imam al-Bukhari yang meriwayatkan hadis itu. Itu pun, Bukhari meriwayatkan hadis tidak pada kitab al-Jami’ al-Sahih, tetapi di Kitab al-Adab al-Mufrad. Selain di Kitab al-Adab al-Mufrad, hadis tersebut juga termaktub dalam Mu’jam al-Shahabah karya Abu al-Qasim al-Bagawi dan Kitab Syuab al-Iman karya Abu Bakar al-Baihaqi.
Secara umum, hadis tersebut berkualitas bagus (hasan), karena para perawi yang terpercaya (siqah) dan diterima (maqbul), meski ada beberapa kritikus hadis yang memasukkan hadis ini ke dalam hadis yang lemah (daif).
Pesan dalam hadis ini sangat kuat. Bahwa, terkait dengan tema “Ma’ruf dan Munkar”, harus dimulai dari diri sendiri. Siapa pun, yang punya peran dalam ajakan kebaikan, baik itu guru, pendidik, pendakwah, para elit, penulis dan jurnalis, harus memulai niat baik ini dari diri sendiri. Perbuatan baik tersebut harus dimulai dari diri sendiri.
Selain itu, ada pesan penting lain dalam tema “Ma’ruf dan Munkar” di hadis ini, yakni pelibatan masyarakat dalam pertimbangan untuk memilih yang baik dan meninggalkan yang tidak baik. Bahwa saat melakukan suatu hal, kita perlu mempertimbangkan dampak positif yang akan kita terima dan respons masyarakat terhadap kita. Jika dampak tersebut baik, tentu kita perlu melakukan. Sebaliknya, jika dampak tersebut buruk, kita perlu mempertimbangkan kembali untuk meninggalkannya.
Respons masyarakat tersebut, atau respons “netizen” dalam kosa kata baru di dunia maya kita, perlu menjadi pertimbangan. Pertimbangan komentar dari netizen, baik buruknya, perlu dipertimbangkan dalam perbuatan luring dan daring kita sehari-hari.
Pertimbangan tersebut, meski bukan menjadi hal utama dan terutama, penting menjadi pijakan kita dalam berbuat dan mengajak “Ma’ruf-Munkar”. Meski tidak bisa diabaikan, seringkali risakan dan obrolan viral netizen justru bisa membuka tabir kejahatan terbuka, mendorong pada kebaikan bersama, serta mampu mencegah keburukan menjadi bertambah buruk.
Barangkali, quote sederhana untuk menggambarkan urgensi pertimbangan masyarakat atau netizen adalah “Maha Benar Netizen, dengan Segala Komentarnya”. Dari hadis dan penjelasan ini bisa teramati, bahwa posisi netizen cukup penting dalam perkara yang Ma’ruf dan yang Munkar.
(Penulis: Mohammad Ikhwanuddin, Pendidik Hadis di Prodi Hukum Keluarga Islam UM Surabaya)