Banjarnegara, LENSANUSANTARA.CO.ID – Dengan membawa sebuah kranda mayat bertuliskan ‘Matinya Demokrasi Indonesia‘ serta puluhan poster dan puluhan jurnalis yang tergabung dalam Wartawan Bersatu dari media elektronik, cetak maupun online menggelar aksi damai menolak RUU Penyiaran yang saat ini digodok anggota DPR RI di Senayan, Jakarta yang sengaja ingin mengkebiri para kuli tinta.
Aksi damai yang diikuti beberapa organisasi wartawan seperti Forum Wartawan Banjarnegara (FWB), Insan Pers Jawa Tengah (IPJT), Komunitas Wartawan Lokal (KAWAL), Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI), dengan dikawal jajaran Polres Banjarnegara itu, dimulai dari alun-alun langsung berjalan kaki menuju ke Kantor Sekda serta DPRD.
Dalam aksi tersebut, ada beberapa petisi yang disampaikan, selain menolak RUU penyiaran, juga meminta agar DPR RI mengkaji apa yang dimaksud dengan jurnalistik yang sudah lahir sejak tahun 100 SM.
Selain dari Banjarnegara, aksi tersebut juga dihadiri perwakilan wartawan dari Pekalongan, Wonosobo, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Pemalang dan Pekalongan dengan menyuarakan satu suara yaitu penolakan terhadap Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran Tahun 2024 yang rencananya untuk menggantikan UU No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang dianggap dapat membatasi kebebasan Pers dan merugikan demokrasi Indonesia.
Dalam Pasal tersebut, karena berpotensi mengancam kebebasan Pers tentang larangan penayangan konten eksklusif jurnalistik investigasi serta sengketa jurnalistik bakal ditangani Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) KPI bukan Dewan Pers.
Menurut Ketua IPJT Banjarnegara A’an, menyampaikan dalam pasal 50 B Ayat 2 huruf C menerangkan adanya pelarangan penayangan konten jurnalistik investigasi, tentu jelas dapat melukai para insan Pers yang ada di seluruh Indonesia yang selama ini melakukan liputan.
“Tidak hanya itu, dalam pasal 51 E, terkait penyelesaian Sengketa Pers di RUU Penyiaran disebutkan berbunyi “Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui Pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang. Hal ini tentu mengancam idealisme para jurnalis, sementara dalam UU No 40 Tahun 1999, sengketa Pers cukup dilakukan dan diselenggarakan oleh Dewan Pers,” tegas A’an, Rabu (22/5/2024).
Sikap tegas juga disampaikan ketua FWB Mukhlas, kebebasan pers adalah hak yang penting dalam masyarakat dalam menjaga demokratis, jika RUU Penyiaran disahkan, maka hancur sudah Demokrasi di Indonesia ini.
“Kebebasan Pers itu sudah ada sejak dulu dan harus dilindungi sesuai undang-undang Pers yang selama ini sebagai pedoman, anggota DPR RI saat ini bukan lagi mewakili rakyat, tapi kerjanya sudah tidak jelas, bisanya merubah undang-undang yang sudah baik, sama saja ingin merusak tatanan negara, demi kepentingan golongannya,” jelas Mukhlas.
Masih menurut Mukhlas. “Jika sampai nanti Pemerintah mengesahkan RUU kami para wartawan akan melakukan aksi besar-besaran kembali, dan kemungkinan besar akan bergabung dengan wartawan se Indonesia untuk menduduki Senayan,” pungkasnya.
Dalam aksi tersebut, para wartawan juga mengumpulkan ID CARD sebagai tanda penolakan dan juga ada kegiatan sosial dengan membagikan ratusan roti serta jajanan untuk masyarakat. (Gunawan).