Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Simposium Pendidikan Jilid I dikemas oleh BEM FKIP Universitas Jember dalam bentuk Talkshow Nasional Pendidikan. Mengangkat tema “Sudahkah Kurikulum Merdeka Menjadi Pilar Penunjang Menuju Indonesia Emas 2045?”.
Sabtu (8/6/2024) bertempat di Auditorium H Gedung FKIP Universitas Jember, ratusan peserta terlibat aktif dalam acara bertajuk Talkshow Nasional. Acara diadakan oleh BEM FKIP Unej dalam rangkaian acara Hari Pendidikan Nasional dan Hari Lahir Pancasila 2024.
“Pada acara Talkshow ini sengaja kami libatkan tiga pihak terkait untuk membuat pembahasan menjadi lebih komprehensif dan berimbang. Ada dari pihak pemerintah selaku pemangku kebijakan, ada praktisi, dan ada unsur kritikus pendidikan”, ungkap Sofyan selaku Presiden BEM FKIP Unej.
Hadir sebagai narasumber talkshow adalah Dr. Abu Khaer, M.Pd selaku kepala BBGP Jawa Timur. Mohammad Hairul, M.Pd selaku Fasilitator Nasional Program Organisasi Penggerak (POP). Serta Alfian Bachri selaku kritikus Pendidikan dan Founder Guru Amatiran.
“Perubahan kurikulum adalah keniscayaan. Terlebih di era vuca, kita dihadapakan pada kondisi ketidakpastian dan ambiguitas. Dunia pendidikan butuh menyesuaikan dengan perkembangan yang sedemikian cepat. Itulah mengapa ada kurikulum merdeka”, ungkap Abu Khaer.
Mohammad Hairul mengungkap bahwa di era kurikulum merdeka, ia selaku kepala sekolah mendapatkan banyak keleluasaan dalam mengembangkan program sekolah. Hal itu juga ia terapkan dengan memberikan keleluasaan bagi guru dan siswa.
“Guru lebih leluasa dalam merancang pembelajaran kolaboratif sehingga diperoleh beragam kreasi dan inovasi siswa yang kemudian menjadi portofolio sekolah. Itu mendapat apresiasi dari banyak pihak. Ada keterlibatan sekolah, orang tua, masyarakat, bahkan dunia usaha”, ungkap Hairul.
Hal sedikit berbeda dipaparkan oleh Alfian Bachri, conten creator yang sekaligus selebgram yang banyak mengkritisi dunia pendidikan. Menurutnya terlalu banyak hal yang bersifat selebrasi semu menyertai implementasi kurikulum merdeka.
“Keberhasilan guru, keberhasilan sekolah, belakangan ini seolah begitu marak di media sosial. Semua berlomba-lomba berbagi aksi nyata dan praktik baik. Padahal memang itulah tugas guru dan sekolah. Jadi tidak perlu lah selebrasi semu untuk hal yang sebenarnya memang tugas utama kita”, pungkas Alfian.