Jakarta, LENSANUSANTARA.CO.ID – Pemerintah terus mematangkan persiapan penyelenggaraan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 yang digelar di Bali pada 1–3 September 2024. Protokol kesehatan dan keamanan pun jadi prioritas dalam persiapan tersebut, sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo.
“Protokol kesehatan harus dijaga sebaik-baiknya. Selain itu, pengamanan juga menjadi perhatian khusus mengingat banyaknya kepala negara dan pemimpin dunia yang hadir dalam forum ini,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury, usai menghadiri Rapat Terbatas, pada Selasa (27/8/2024) di Istana Merdeka, Jakarta.
Forum tersebut dikatakannya akan dihadiri oleh sekitar 855 peserta dari berbagai negara. Forum ini juga diselenggarakan bersamaan dengan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multi-pihak (High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships), yang merupakan kerja sama antara Kementerian Luar Negeri dan Bappenas. Total peserta diperkirakan mencapai 1.500 delegasi dari negara-negara Afrika serta negara Global South lainnya.
Hingga saat ini, enam kepala negara telah memberikan konfirmasi kehadiran. Sementara di level menteri ada 11 yang telah menyatakan kesediaan untuk menjadi pembicara dalam forum.
“Kepala negara yang sudah memberikan konfirmasi hadir berasal dari Zimbabwe, Rwanda, Ghana, Liberia, Eswatini, dan Zanzibar mewakili Tanzania,” ungkap Pahala.
Forum IAF dan MSP tidak hanya akan melibatkan kepala negara dan menteri, tetapi juga sektor swasta dan BUMN, dengan fokus pada topik seperti energi, kesehatan, ketahanan pangan, dan pertambangan.
“Untuk sektor swasta dan BUMN, diperkirakan akan terdapat perjanjian dengan nilai mencapai USD3,5 miliar atau sekitar Rp58 triliun,” jelas Pahala.
IAF ke-2 akan mengusung tema ‘Semangat Bandung untuk Agenda 2063 Afrika’, yang menjadi momentum penting untuk memperkuat hubungan konkret antara Indonesia dan Afrika.
Menurut Wamenlu, hubungan yang erat ini merupakan landasan kuat bagi kedua pihak untuk merealisasikan potensi besar dalam pembangunan bersama.
“Indonesia dan Afrika memiliki agenda pembangunan yang serupa. Kita memiliki kekayaan sumber daya yang besar dan bonus demografi, tetapi bagaimana kerja sama dan potensi ini bisa direalisasikan dalam sebuah agenda pembangunan menjadi kunci,” ujar Pahala.