Jepara, LENSANUSANTARA.CO.ID – Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, mengatakan nelayan perempuan menangis setelah tahu wilayahnya, yakni Kabupaten Jepara, Jawa Tengah kembali menjadi salah satu lokasi tambang hasil sedimentasi laut atau pasir laut.
Dia menambahkan, desa Bandungharjo yang merupakan bagian dari Kabupaten Jepara itu, pernah melakukan penolakan penambangan pasir besi pada tahun 2012.
Susan mengatakan, ketika itu warga melakukan penolakan tambang pasir besi terhadap perusahaan CV Guci Mas Nusantara.
“Kalau dari kemarin yang kawan-kawan perempuan nelayan di Jepara terus terang, nangis sih,” kata Susan saat dihubungi pada Rabu sore, 27 September 2024.
Adanya penolakan yang dilakukan warga Bandungharjo terhadap perusahaan penambangan pasir besi, sempat terjadi konflik. Ia menuturkan aksi penolakan itu juga terjadi bentuk kriminalisasi terhadap warga.
“Sebelumnya pernah ada konflik yang di Bandungharjo itu dilakukan oleh CV Guci, itu terjadi beberapa tahun lalu dan sempat ada kriminalisasi di daerah Bandungharjo itu,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah ihwal pembukaan kembali keran ekspor pasir laut dinilai memutuskan secara sepihak. Sebab, kata Susan, kebijakan itu tidak melihat kondisi serta keadaan masyarakat di setiap wilayah.
“Terus sekarang tiba-tiba pemerintah yang melegitimasi boleh diambil pasir besinya gitu. Itu membuat mereka (warga Bandungharjo) semakin takut,” kata dia.
Lebih lanjut, Susan menjelaskan kondisi wilayah pesirir pantai Bandungharjo telah mengalami abrasi cukup parah. Hal itu, kata dia, disebabkan pasca terjadinya tambang pasir besi beberapa tahun lalu.
“Karena kalau kita lihat di desa Bandungharjo, Jepara itu kelihatan banget di pesisirnya itu, di bibir pantainya itu sudah anjlok,” ucap dia.
Sementara itu, pasir besi di Kabupaten Jepara terdapat di sepanjang pesisir pantai antara Kecamatan Kembang, Kecamatan Keling dan Kecamatan Donorojo. Wilayah tersebut memiliki potensi pasir besi seluas 678 hektare dengan kandungan pasir besinya 17 juta ton.
Pemerintah Jepara saat itu langsung memberi izin penambangan terhadap empat perusahaan, yakni PT Rantai Mas mendapatkan izin eksplorasi seluas 200 hektare, CV Guci Mas Nusantara 14 hektare dan PT Alam Mineral Lestari 200 hektare. Kehadiran penambang itu ditolak warga, selain merusak lingkungan, juga sebagian belum memiliki izin operasional.