Dumai, LENSANUSANTARA.CO.ID – Partai NasDem Riau memberikan perhatian serius terhadap kasus hukum Ibu Rumah Tangga (IRT) di Dumai, Inong Fitria (57) yang dijebloskan ke penjara setelah berperkara dengan pengusaha, Toton Sumali. Badan Advokasi Hukum (BAHU) DPW Partai Nasdem Riau diperintahkan langsung turun ke Dumai untuk memberikan pendampingan terhadap Inong Fitria dan keluarganya.
Ketua Badan Advokasi Hukum (BAHU) Partai Nasdem Riau, Teguh Indarmaji, SH menyampaikan pihaknya diperintahkan Ketua DPW Partai NasDem Riau, Willy Aditya yang juga Ketua Komisi XIII DPR RI membidangi Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia untuk turun ke Dumai terkait terkait kasus hukum yang tengah dihadapi Inong Fitria.
“Kita sudah bertemu dengan keluarga dan putra Buk Inong serta pengacara beliau. Kami diperintahkan Kak Willy (Ketua Partai Nasdem Riau) untuk melakukan pendampingan,” ujar Teguh Indarmaji, SH kepada Kupas Media Grup di kediaman Buk Inong Jalan Baru Kota Dumai, Rabu (14/05/25) tadi siang.
Menurut Teguh, berdasarkan informasi awal yang diperoleh, pihaknya melihat kasus tersebut semestinya masuknya ke ranah perdata, dan bukan ranah pidana.
“Kita tentunya akan mempelajari lebih dalam lagi, dan berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya,” ujar Teguh Indarmaji, SH.
Sementara Anggota BAHU DPW Nasdem Riau, Wawan Kurniawan, SH secara tegas menyebutkan setelah mempelajari kasus tersebut, pihaknya memastikan persoalan yang dihadapi Inong Fitriani murni perdata.
“Setelah kami pelajari, ini murni perdata. Makanya kami ditugaskan Kak Willy, Ketua NasDem Riau untuk mengawal kasus ini,” tegasnya.
Lebih lanjut disampaikannya, kedepan pihaknya akan berkolaborasi dengan kuasa hukum yang sudah ditunjuk oleh keluarga Buk Inong.
“Kita akan kawal kasus ini dan berkolaborasi dengan kuasa hukum Buk Inong,” tegasnya.
Kuasa Hukum Buk Inong, Yolanda Saputra, SH mengaku sangat berterimakasih atas kepedulian Partai NasDem melalui orang hukumnya terhadap kasus yang menimpa kliennya tersebut.
“Alhamdulillah, ini adalah kuasa Allah. Hari ini banyak yang membantu. Termasuk dari Partai Nadem, dimana beliau berdua ini (Teguh dan Wawan,red) adalah senior-senior saya. Saya sangat terbantu, semoga proses hukum nantinya bisa benar-benar menegakkan keadilan untuk Buk Inong,” ujar Yolanda Saputra, SH.
Yolanda juga menegaskan pihaknya melihat kasus yang menimpa kliennya itu juga murni perdata.
“Saya melihat ada indikasi kriminalisasi dalam kasus ini. Pertanyaan saya, mengapa pihak penyidik begitu tergesa-gesa menetapkan ini pidana dengan pasal 263. Kita akan perjuangkan nasib Buk Inong di pengadilan dan insyaAllah kita akan memenangkan perkara ini,” ujar Yolanda Saputra, SH.
Lebih lanjut diungkapkan Yolanda Saputra yang baru menjadi kuasa hukum pasca ditetapkannya Inong Fitriani sebagai tersangka, bahwa dalam kasus yang dialami kliennya itu banyak kejanggalan.
“Pihak penyidik Polres Dumai menetapkan klien saya sebagai tersangka, sementara dalam kasus ini kedua belah pihak (Inong Fitriani dan Toton Sumali) tidak pernah dimediasi atau dipertemukan. Kemudian menyatakan surat klien saya palsu tanpa adanya uji fotensik. Lalu atas dasar apa klien saya dituduh melakukan pemalsuan. Banyak kejanggalan lainnya yang akan kita buka nanti di pengadilan,” ujar Yolanda Saputra, SH.
Sebelumnya, Kapolres Dumai, AKBP Hardi Dinata H, S.I.K., M.M. melalui Kasat Reskrim Polres Dumai AKP Kris Tofel, S.Tr.K., S.I.K. menyampaikan berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Dumai pada tanggal 20 Maret 2025.
“Penyidikan dilakukan secara profesional dan transparan. Seluruh alat bukti serta saksi telah dikumpulkan, dan tersangka juga sudah diperiksa sesuai prosedur,” ujar AKP Kris saat ditemui di Mapolres Dumai.
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah melaksanakan pelimpahan tersangka dan barang bukti ( Tahap 2 ) kepada kejaksaan Negeri Dumai pada hari Senin, 5 Mei 2025. Tersangka sebelumnya juga telah dipanggil dan dilakukan penahanan pada tanggal 3 Mei 2025.
AKP Kris menjelaskan unsur dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau menggunakan surat palsu dalam rumusan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP telah terpenuhi setelah alat bukti yang cukup atau minimal 2 alat bukti yang sudah dipenuhi.
“Perbedaan ukuran surat asli dan salinan yang digunakan tersangka menjadi titik krusial dalam pembuktian. Surat asli menyebutkan lebar 9 depa, sedangkan dokumen yang digunakan tersangka menyebutkan 59 depa,” tegasnya.**