Tangerang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Seorang perempuan lanjut usia, Li Sam Ronyu (68), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen kepemilikan lahan seluas 32 hektare di Kampung Nangka, Desa Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Kuasa hukum menduga kliennya menjadi korban dalam praktik mafia tanah.
Kuasa hukum Li Sam Ronyu, Charles Situmorang, menyampaikan bahwa kliennya telah membeli lahan tersebut secara sah pada tahun 1994 dari pemilik sebelumnya atas nama Sucipto, yang dibuktikan dengan Akta Jual Beli (AJB). Namun, pada tahun ini, Li dilaporkan oleh pihak yang mengklaim sebagai ahli waris atas tanah tersebut, yang kemudian berujung pada penetapan status tersangka.
“Klien kami memiliki dasar hukum yang kuat sebagai pemilik sah. Namun, ia dilaporkan dan langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses penyidikan yang komprehensif,” ujar Charles saat ditemui di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (25/6).
Sidang perdana praperadilan yang diajukan pihak Li Sam Ronyu untuk menguji keabsahan penetapan tersangka oleh penyidik Polres Metro Tangerang Kota harus ditunda. Penundaan terjadi lantaran pihak termohon, yakni penyidik, tidak hadir meski telah dipanggil secara resmi oleh pengadilan.
“Ketidakhadiran penyidik menimbulkan pertanyaan dan berpotensi menghambat upaya pencarian keadilan. Padahal, praperadilan memiliki tenggat waktu yang ketat sebagaimana diatur dalam KUHAP,” tambah Charles.
Ia merujuk pada Pasal 78 hingga 82 KUHAP, yang mengatur bahwa sidang praperadilan harus diselesaikan dalam waktu tujuh hari sejak sidang pertama digelar. Penundaan tanpa alasan yang jelas dinilai dapat merugikan pihak pemohon.
Selain itu, Charles juga menyoroti bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya tidak mengindahkan rekomendasi dari Biro Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri. Dalam rekomendasi tersebut, penyidik diminta untuk lebih dahulu melakukan pemeriksaan saksi dan penyitaan dokumen, karena belum ditemukan unsur pidana yang cukup.
“Rekomendasi Mabes Polri tidak ditindaklanjuti, tetapi penetapan tersangka tetap dilakukan. Hal ini menimbulkan dugaan adanya prosedur yang dilanggar,” ujarnya.
Pihak kuasa hukum telah mengirimkan surat permohonan audit investigatif kepada Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) dan Divisi Propam Polri, namun hingga saat ini belum mendapat tanggapan. Mereka juga berencana meminta audiensi dengan Komisi III DPR RI guna meminta pengawasan atas jalannya proses hukum.
“Kami berharap proses hukum dijalankan secara objektif dan transparan. Penegakan hukum harus berlaku adil tanpa pandang bulu,” pungkas Charles.
Pihaknya juga meminta Pengadilan Negeri Tangerang agar menjalankan fungsi pengawasan yudisial secara optimal dan mendorong aparat penegak hukum mematuhi prinsip-prinsip due process of law, demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi hukum.