Natuna, LENSANUSANTARA.CO.ID – Sejumlah masyarakat Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Kepri, bertemu dengan Wan Ricci Saputra, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapil III disalah satu rumah makan yang berada di Sedanau, Minggu, 14/09/2025 pagi.
Dalam pertemuan itu mereka menyampaikan agar Dewan yang mereka wakil kan menyampaikan desakan masyarakat Sedanau kepada Pemda Natuna untuk segera mengadakan alat pemadam kebakaran yang memadai di Sedanau.
Desakan ini terjadi bukan tanpa dasar, ini akibat tragedi, pada Sabtu dini hari, 13 September 2025, warga Sedanau baru saja terlelap. Angin laut berhembus kencang, ombak kecil memukul tiang-tiang pelantar kayu. Tiba-tiba, jeritan minta tolong memecah sunyi. “Sedanau kebakaran… Sedanau kebakaran!”
Api sudah membubung dari sebuah gudang ikan Al-Izhar milik pengusaha muda Sedanau di kawasan Pelantar laut, KelurahanSedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Kepri.
Dalam hitungan menit, si jago merah menjalar, menjilat kayu-kayu bangunan yang rapuh. Suasana berubah mencekam. Warga berhamburan, ada yang menyelamatkan diri dan ada yang berusaha memadamkan api.
“Begitu dengar teriakan Sedanau kebakaran, kami terbangun dari tidur, mengemaskan barang-barang seadanya yang bisa dibawa, kami langsung keluar rumah, untuk menyelamatkan diri ketempat yang aman,” cerita seorang ibu paruh paya, yang dipanggil dengan sebutan Mak Ngah, Minggu, 14/09/2025.
Saat menceritakan matanya merah tak kuasa menahan tangis. “Kami trauma ini bukan kali pertama terjadi kebakaran,” ucapnya.
Api Melahap, Peralatan Terbatas
Warga bersama TNI-Polri yang tiba di lokasi hanya berbekal dengan alat seadanya pompa air kecil (Arkon). Mereka berjibaku bersama, tetapi apa daya. Angin laut membuat kobaran semakin liar. Dalam beberapa jam, api meludeskan enam bangunan: dua rumah warga, tiga gudang, dan satu kantor partai. Kerugian diperkirakan mencapai Rp3,5 miliar.
Meski tidak ada korban jiwa, luka batin jauh lebih dalam. “Kejadian ini mengingatkan saya pada kebakaran dulu. Rasanya depresi,” tutur Irwan saat menceritakan, sambil menyeka air mata. Ia bersama keluarga kini menumpang di rumah kerabat.
Trauma Kolektif
Bagi warga Sedanau, kebakaran bukan lagi sekadar musibah. Sudah enam kali Sedanau dilalap api. Setiap kali ada teriakan terdengar, warga langsung panik. “Kalau lihat anak-anak lari-lari, kami takut, pikir ada kebakaran lagi,” ujar Irwan.
Trauma itu tumbuh bersama rasa frustrasi. Pasalnya, usulan pengadaan alat pemadam kebakaran sudah berkali-kali dilayangkan dalam musyawarah resmi. Namun, hingga hari ini Sedanau tak memiliki pos pemadam permanen, petugas, maupun alat pemadam kebakaran yang standar.
Kritik dari Pemuda
Ceng Guan, tokoh pemuda Sedanau, tak bisa menyembunyikan amarahnya. Ia menilai pemerintah daerah lalai. “Sudah sering kami suarakan, tapi sampai hari ini tidak ada petugas maupun alat pemadam. Kebakaran di Sedanau selalu jadi tontonan kepanikan,” katanya, Minggu, 14 September 2025.
Ceng Guan menuntut agar pengadaan sarana dan prasarana pemadam segera masuk dalam APBD Perubahan 2025. “Jangan tunggu musibah berikutnya. Kami minta dewan perjuangkan,” tegasnya.
Janji yang Berulang
Di balik kepulan asap, janji-janji pemerintah kembali diucapkan. Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Natuna, Syawal Saleh, menyebut sejak beberapa tahun silam pihaknya telah menyampaikan kepada Bupati Natuna melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Ia mengakui menyiapkan peta jalan kebutuhan pemadam di seluruh kecamatan dengan nilai Rp30 miliar. Tetapi usulan itu, katanya, selalu kandas di meja Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). “Setiap tahun sudah kami usulkan, tapi belum terealisasi karena kondisi anggaran,” ucapnya, Minggu, 14/09/2025 dikutip dari harianmetropolitan.
DPRD Natuna ikut berkomentar. Wan Ricci Saputra, anggota dewan dari PAN, berjanji akan membawa persoalan ini ke rapat bersama eksekutif.
“Sedanau ini sudah sering kali terjadi kebakaran, ini harus menjadi perhatian yang sangat serius bagi Pemda Natuna,” ujar Wan Ricci seusai bertemu dengan sejumlah masyarakat Sedanau, pada Minggu 14 September 2025.
Antara Api dan Abai
Warga Sedanau sudah hafal dengan pola ini: setiap kali kebakaran, pemerintah datang memberi bantuan kemanusiaan, menyampaikan belasungkawa, lalu pergi tanpa meninggalkan solusi. Hingga api berikutnya kembali menyala.
“Kalau fasilitas pemadam ada, mungkin rumah kami masih bisa diselamatkan,” kata Irwan lirih.
Kebakaran di Sedanau bukan hanya tentang api yang melahap kayu dan atap seng. Ia adalah kisah trauma kolektif, janji yang tak kunjung ditepati, dan pemerintah yang lebih piawai mengucap simpati ketimbang menyiapkan antisipasi.
Sedanau terbakar lagi. Dan, sebagaimana enam kali sebelumnya, warga dibiarkan menanggung api dan abai sekaligus.(Her)