NGAWI, LENSANUSANTARA.CO.ID – Suasana darurat melanda Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Rabu (1/10/2025), setelah puluhan siswa SMKN 1 Sine mendadak tumbang dengan gejala keracunan makanan. Lonjakan pasien membuat Puskesmas Sine penuh sesak hingga harus menambah kasur darurat di selasar.
Insiden ini diduga kuat dipicu oleh konsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disajikan sehari sebelumnya. Menu yang disantap berupa nasi, sayur, dan ayam. Sejumlah siswa mengaku mencium bau tidak sedap dari lauk ayam tersebut.
“Sore itu sudah terasa pusing dan mulas. Hari ini saya paksakan masuk sekolah, tapi saat upacara Hari Kesaktian Pancasila malah makin pusing, muntah, lemas, dan sesak napas,” ungkap Dwi, siswa SMKN 1 Sine, kepada wartawan.
Gejala awal berupa mual dan mulas mulai dirasakan sejak sore, namun kondisi semakin parah keesokan paginya saat upacara berlangsung. Situasi darurat membuat guru segera mengevakuasi para siswa ke Puskesmas Sine.
Hingga pukul 11.00 WIB, tercatat 27 siswa menjalani perawatan intensif. Lonjakan pasien mendadak membuat ruang perawatan penuh sesak. Puskesmas terpaksa menambah kasur cadangan di selasar dan menangani korban semampunya.
Karena keterbatasan fasilitas, sebagian siswa akhirnya dirujuk ke Puskesmas Tambakboyo dan sejumlah klinik swasta. Personel Polsek Sine turut membantu proses evakuasi dari sekolah ke fasilitas kesehatan.
Akibat insiden ini, pihak sekolah memutuskan meliburkan kegiatan belajar lebih awal. Kasus dugaan keracunan massal akibat program MBG kini tengah ditangani oleh aparat kepolisian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi.
Kasus keracunan massal di sekolah kini menjadi sorotan serius. Data terbaru mencatat lebih dari 5.600 siswa di berbagai daerah terdampak, mulai dari Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah, Bengkulu, Lampung, hingga NTT. Dan kini, insiden kembali terjadi di Ngawi dengan jumlah puluhan siswa harus dilarikan ke puskesmas dan klinik swasta.
Fenomena ini bukan lagi insiden sepele, melainkan alarm keras bahwa kesehatan generasi muda tengah dipertaruhkan. Jika pada masa pandemi Covid-19 pemerintah mampu menggelontorkan hampir seluruh anggaran untuk kesehatan, mengapa kini pengawasan makanan di sekolah terkesan lemah? Harusnya ada evaluasi anggaran dan kebijakan. Fokus negara harus diarahkan pada:
Pencegahan penyakit melalui edukasi gizi sejak dini.
Pengawasan ketat terhadap makanan yang disajikan di sekolah.
Alokasi anggaran tepat sasaran demi keselamatan anak-anak.
Kasus keracunan akibat MBG ini seharusnya menjadi momentum introspeksi nasional. Program pembangunan tidak boleh berjalan dengan mengorbankan kesehatan anak-anak, generasi penerus bangsa.
Sudah waktunya pemerintah kembali menempatkan kesehatan sebagai prioritas utama. Evaluasi menyeluruh, pengawasan ketat, serta langkah nyata harus segera dilakukan agar tragedi serupa tidak terus berulang, sementara kesehatan anak bangsa terus terabaikan.














