Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Fatwa haram MUI terhadap Sound Horeg memicu polemik di kalangan masyarakat dan pengusaha sound system di Kabupaten Jember.
Fatwa ini dinilai belum memiliki kejelasan tentang unsur mana yang dianggap haram serta dasar pertimbangannya secara menyeluruh.
Ketua Sound System Community (JSSC), Jember Arief Sugiartani, angkat bicara mengenai kegaduhan yang muncul akibat fatwa tersebut. “Intinya kami tidak menolak adanya fatwa tersebut, namun harus jelas poin-poinnya.
“Kami tidak menolak jika ada aturan yang jelas, bagaimana suaranya, bagaimana tariannya dan sebagainya,”tegas Arief saat diwawancarai, Rabu (23/07/2025).
Pihaknya juga sudah menyurati DPRD Jember, agar segera digelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait persoalan ini. Kami ingin semua masukan bisa didengar dan diterima, tidak hanya dari satu sisi saja.
“Bahwa pelaku usaha sound system siap diatur, melalui regulasi daerah yang sah dan tidak memberatkan satu pihak. Kalau perlu diatur lewat Surat Edaran, Perbub atau Perda, kami siap. Asal tidak diskriminatif,”tegasnya.
M. Subur, warga Gumukmas, turut menyampaikan pendapat sebagai pecinta sound Horeg yang merasa bingung dengan fatwa tersebut. “Saya sebagai pecinta Sound Horeg tentu ini pukulan, tapi bingung juga, mana yang haramnya.
“Kalau alasannya karena keras, lantas bagaimana dengan sound sholawatan dan konser musik? Sama-sama keras juga kan?” ujarnya heran.
Subur berharap pemerintah bisa bijak, apalagi menjelang momentum karnaval yang identik dengan musik Sound Horeg. Jangan sampai kami tidak bisa ikut memeriahkan karnaval hanya karena fatwa ini. Mohon keadilan.
Polemik ini memang menjadi perhatian serius, terutama di wilayah Jawa Timur yang banyak komunitas dan pelaku usaha Sound Horeg.
“JSSC mendorong pemerintah bersama stakeholder agar mencari solusi adil, tanpa saling menyudutkan pihak manapun. Mereka berharap ke depan regulasi yang dihasilkan dapat diterima semua pihak dan tidak menimbulkan keresahan baru,”tuturnya.