Padang, LENSANUSANTARA.CO.ID — Bagi Dian Rahma (24), seorang mahasiswi Universitas Andalas Sumbar, pandemi beberapa tahun lalu menjadi titik balik dalam hidupnya. Saat aktivitas kampus beralih ke daring, ia mulai mencari cara untuk mengelola uang sakunya yang kerap tersisa. Dari sanalah ia mengenal pasar modal melalui aplikasi investasi berbasis ponsel. 20 Agustus 2025
“Awalnya saya cuma coba-coba beli saham BUMN dengan modal Rp500 ribu. Lama-lama, saya jadi tertarik belajar lebih dalam,” cerita Dian ketika ditemui di sebuah kafe di kawasan Jalan Khatib Sulaiman, Padang.
Kini, Dian bukan sekadar mencoba-coba. Setiap bulan ia menyisihkan sebagian penghasilannya dari pekerjaan paruh waktu sebagai desainer grafis untuk membeli saham. “Kalau teman-teman lain nabung buat liburan, saya lebih senang lihat portofolio hijau di aplikasi,” katanya sambil tersenyum.
Lonjakan Partisipasi Anak Muda
Cerita Dian hanyalah satu potret dari ribuan investor muda Sumbar. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada Juli 2025 transaksi saham oleh warga ber-KTP Sumbar mencapai Rp1,92 triliun. Angka ini melonjak dibanding periode yang sama tahun lalu, dan lebih dari 60% di antaranya dilakukan oleh kelompok usia 18–35 tahun.
Fenomena ini menggambarkan bahwa generasi muda Minang kini tak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga aktif memikirkan masa depan finansial.
“Dulu, kalau dengar kata investasi, orang langsung terbayang harus punya modal besar. Sekarang dengan Rp100 ribu pun bisa mulai,” ujar Rizki Kurniawan, Kepala BEI Perwakilan Sumbar.
Antara Euforia dan Risiko
Namun, tren positif ini juga menyimpan risiko. Irwan Chaniago, Ketua Asosiasi Investor Pasar Modal Sumbar, mengingatkan banyak investor pemula yang masih terjebak pada saham-saham berisiko tinggi.
“Kami sering menemui anak muda yang membeli saham hanya karena ikut-ikutan. Padahal investasi butuh analisis, bukan sekadar tren,” jelasnya.
Dian mengakui hal itu. Ia pernah mengalami kerugian ketika membeli saham perusahaan teknologi yang sedang ramai dibicarakan di media sosial. “Waktu itu saya rugi hampir 40%. Dari situ saya belajar kalau nggak boleh asal ikut-ikutan. Harus paham laporan keuangan, harus sabar,” ujarnya.
Investasi sebagai Budaya Baru
Meski penuh tantangan, geliat anak muda di pasar modal dianggap sebagai bagian dari perubahan budaya finansial di Sumbar. Jika dulu menabung di bank atau emas lebih populer, kini saham mulai menjadi pilihan baru.
Bahkan, sejumlah kampus di Padang sudah memiliki Galeri Investasi BEI, tempat mahasiswa bisa belajar langsung cara bertransaksi saham. Langkah ini diharapkan melahirkan generasi cerdas finansial yang tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, tetapi juga memahami manajemen risiko.
Menatap Masa Depan
Bagi Dian, investasi bukan sekadar soal uang. Ia melihatnya sebagai bentuk kemandirian. “Saya ingin punya kebebasan finansial di usia muda, biar nanti bisa bantu keluarga juga,” ujarnya dengan mata berbinar.
Ketika ditanya soal target ke depan, Dian tertawa kecil. “Kalau bisa sih punya portofolio saham sampai ratusan juta. Tapi yang penting saya belajar konsisten dulu.”
Di tengah tren Rp1,92 triliun transaksi saham warga Sumbar, kisah-kisah seperti milik Dian memberi warna: bahwa angka-angka besar itu sejatinya berasal dari tekad individu-individu muda yang ingin mengubah cara pandang mereka terhadap uang, masa depan, dan mimpi.