Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID — Yayasan Sastra Timur Jawa secara resmi mengumumkan selesainya proses kurasi Antologi Puisi Temu Karya Serumpun 2025 dengan tema besar “Semesta Ingatan: Trauma dan Imaji Kebebasan.” 5 Oktober 2025
Agenda sastra lintas negara di kawasan Asia Tenggara ini berhasil menjaring 1.146 judul puisi dari 380 penyair, baik dari dalam negeri (Indonesia) maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Patani/Thailand, dan Timor Leste.
Dari jumlah tersebut, 370 puisi dari 253 penyair dinyatakan lolos kurasi dan akan diterbitkan tahun ini. Adapun kurator yang terlibat yakni Akhmad Taufiq, Acep Zamzam Noor, dan Mashuri.
Menurut Akhmad Taufiq, penanggung jawab sekaligus kurator, capaian ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan edisi sebelumnya, Tanah Tenggara (2023), yang hanya menghimpun 744 puisi dari 246 penyair.
“Antusiasme penyair di kawasan Nusantara, terutama Asia Tenggara, sungguh luar biasa. Padahal, sebelumnya kami sempat khawatir partisipasi akan menurun karena padatnya kegiatan sejenis,” ujar Taufiq.
Ia menambahkan bahwa peningkatan ini menjadi bukti kuat bahwa semangat kepenyairan lintas batas di Asia Tenggara masih hidup dan terus berkembang.
Lebih lanjut, Taufiq menjelaskan bahwa kurasi dilakukan dengan mengacu pada tema besar yang diangkat. Tema “Semesta Ingatan: Trauma dan Imaji Kebebasan lahir dari refleksi panjang atas berbagai tragedi kemanusiaan yang masih berlangsung hingga kini, baik dalam skala lokal maupun global,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa antologi ini bukan sekadar kumpulan puisi, melainkan ruang reflektif penyair yang merekam, mengamati, dan mengekspresikan penderitaan serta harapan manusia melalui estetika bahasa yang puitik.
Selain itu, menurut Acep Zamzam Noor puisi-puisi dari luar negeri terasa ada tegangan yang tarik-menarik antara kesetiaan pada tradisi (bentuk, idiom dan rasa bahasa) dengan keinginan untuk sedikit lebih bebas berekspresi.
“Hasilnya sebagian ada yang terasa sublim namun banyak juga yang masih seperti mengambang. Selain itu, ada keragaman tema yang mereka garap baik yang sifatnya personal maupun yang berkaitan dengan sosial. Selain negeri serumpun yang beratar budaya Melayu, ternyata ada juga penyair dari Timor Leste yang menulis dalam bahasa Indonesia turut serta sebagai peserta. Tentu hal ini akan memperkaya dan memberi nilai lebih pada perhelatan sastra di tingkat Asia Tenggara ini,” ujarnya.
Suatu ciri khas Temu Karya Serumpun selalu memberikan ruang bagi penulis muda/pemula, biasanya temu penyair didominasi para penulis yang berpengalaman. Menurut Mashuri bahwa memberikan kesempatan bagi pemula itu baik, asal selektif.
“Mungkin perlu ada upaya penyuntingan lebih dulu —tentu ini bagi para pemula dan bukan bagi penulis puisi yang berhaluan isme antipenyuntingan. Penulis muda. Saya senang terdapat beberapa penulis muda, meski masih minim jam terbang, mengirim karya yang bisa dikatakan sudah puisi. Saya melihat beberapa di antaranya sudah paham apa itu puisi,” pungkasnya.
Semua penulis akan diundang untuk mengikuti Temu Karya Serumpun pada tanggal 25-26 Oktober di Jember. “Selain dapat buku gratis, kami juga menyediakan penginapan, konsumsi, dan akomodasi lokal,” ujar Siswanto, ketua panitia.