Uncategorized

Syahwat Empeachment Di Saat Covid 19 By Siti Jenar

×

Syahwat Empeachment Di Saat Covid 19 By Siti Jenar

Sebarkan artikel ini

SEBAGAI BANGSA BERADAB HARUSNYA KITA INI BANGGA TERHADAP NEGARA DAN PEMIMPINNYA BUKAN MALAH INGIN IMPEACHMENT UNTUK MENGGULINGKANNYA DENGAN ALASAN KALENG-KALENG PEPESAN KOSONG”

Kemudaratan yang terus dibangun oleh para elit kadal gurun untuk mengadu domba rakyat Indonesia tak henti-hentinya sejak tahun 2012-2014-2019 hingga kini. Syahwat menguasai harta, tahta dan wanita dari para kadal gurun sudah tidak dapat dibendung, ketika diberikan amanah oleh rakyatpun telah banyak merugikan rakyatnya. Mereka melihat kita hanya dengan sebelah matanya, melihat langkah-langkah capaian kinerja pemerintah. Karena hanya sisi negatif yang mereka semburkan.

Example 300x600

“Di sisi lain kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah demikian pro keselamatan dan penyelamatan RAKYAT INDONESIA meski sudah dilakukan dengan elegan sedemikian rupa, mereka tidak mau tahu dan hanya hal-hal negatifnya saja yang mereka cari, meski adanya bagaikan mencari kutu dalam tumpukan ber-ton terigu. Sehingga penampakan rencana jahat para kadal gurun tidak kunjung padam. Kini mereka bergerombol pula dengan para kurcaci lainnya untuk MELAKUKAN IMPEACHMENT PENGGULINGAN PEMERINTAH JOKOWI-KH.MA’RUF AMIN.

Sadarlah wahai para perongrong anti kemapanan jangan karena orang sipil dari kalangan rakyat jelata kalian boleh sekehendak hatinya menghina, memfitnah, sebarkan hoax melalui “TABLOID OBOR RAKYAT” ke seluruh Indonesia dan dunia dari Istana Negara era SBY. Sadari pula kini rakyat Indonesia sudah cerdas tidak mungkin dapat dihasut dan diadu domba seperti cara-cara PKI lakukan pada tahun 1965, apapun komplotan dan gabungannya rakyat pun melihat jam terbang dan hasil yang telah dicapai oleh para “LSM” / “NGO” itu untuk bangsa dan negara apakah lebih banyak mudharat dan manfaatnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jadi jangan mengatasnamakan rakyat doang dong, ketika dimata rakyatpun mereka yang jelas-jelas capaian kinerjanya pun bagaikan tong kosong nyaring bunyinya. Rakyat tidak akan melihat seberapa banyak lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan oposisi yang inginkan impeachment gulingkan Presiden, melainkan melihat seberapa banyak kemanfaatannya atas kehadirannya bagi seluruh rakyat Indonesia. Apakah selama ini lebih banyak bermanfaat bagi rakyat Indonesia apakah justru lebih banyak merongrong dignity (martabat-red) pemerintah dan rakyatnya.

Pada hari Senin tanggal 30 Maret 2020 di akun YouTube Sekretariat Presiden, Presiden Jokowi menandaskan, bahwa: “Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar “Physical Distancing” dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga saya sampaikan juga tadi bahwa perlu didampingi kebijakan darurat sipil,” ujar Jokowi. Penandasan Presiden ini sesuai Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Pandemi Virus Corona), tiga syarat Presiden menetapkan Indonesia dalam keadaan bahaya untuk sebagian atau seluruh wilayahnya, Dalam kondisi bahaya, Presiden akan memegang kekuasaan tertinggi di Pusat. Ia juga memiliki wewenang mencabut keadaan bahaya ini. Sementara, di tingkat daerah penguasaan darurat sipil dilakukan oleh kepala daerah. Pada point Ketiga menyebutkan:
“Hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara”.
Sesuai bunyi pasal 3 dimaksud “Penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.” Penguasa darurat sipil daerah pun wajib menuruti petunjuk dan perintah yang diberikan oleh penguasa darurat sipil pusat (pasal 7 ayat (1)). Penguasa pusat pun bisa mencabut sebagian kekuasaan penguasa darurat sipil daerah (pasal 7 ayat (5)).

Di samping itu pula, penguasa darurat sipil berhak meminta polisi menggeledah tiap tempat dengan surat perintah istimewa (pasal 14), memeriksa dan menyita barang (pasal 15), membatasi komunikasi, berita dan informasi (pasal 17), rapat umum (pasal 18), dan membatasi orang berada di luar rumah (pasal 19). “Melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio”(Pasal 17 ayat (1)).

Salah satu contoh penerapan kondisi darurat sipil di Indonesia adalah saat Presiden ke-lima RI Megawati Soekarnoputri menurunkan status Aceh ke darurat sipil setelah era Orde Baru mengenakan darurat militer dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka.

Diberlakukannya era otonomi daerah, kekuasaan tak lagi tersentralisasi di tangan Presiden seperti era Orde Baru. Kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat memiliki otonomi atas wilayahnya dan tak bisa diberhentikan oleh Pusat. Sementara, kewenangan dan syarat penggeledahan dan penyitaan sudah diatur ketat dalam KUHP dan KUHAP. Selain itu, kebebasan penyiaran informasi sudah diatur, di antaranya, dalam UU Pers.

Pemerintah hingga dewasa ini disamping mengenakan darurat sipil sebagai upaya optimal di dalam memastikan penerapan sosial distancing berjalan dengan baik seraya mengacu pula kepada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dalam upaya preventif mengantisipasi secara dini terinfeksi virus corona dan menangani pengobatan pasien terpapar.

Saya kira Pemerintah telah sangat berhati-hati dalam menggunakan dasar hukum yang digunakan untuk meminimalisir bias tafsir dan penggunaan kewenangan yang lebih tepat sasaran, sedangkan darurat militer pemerintah lakukan setelah pemberontak teroris, ISIS Poso menggaungkan tantangan rencana pemberontakan, akan halnya Rocky yang menyatakan Pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin tidak akan sampai tahun 2024 serta adanya pernyataan yang mempersamakan penghinaan dan fitnah dengan kritikan, sehingga memicu semakin mewabahnya hinaan, fitnah, dan caci maki dari pihak kadal gurun di media sosial, membuat Menhankam sempat harus menyatakan “sudah saatnya menggunakan alutsista” terhadap pemberontak Poso.

Bukan alasan konsisten atau tidak konsisten dalam penerapan undang-undang dan perlunya Keppres, Pemerintah memandang urgensi langkah-langkah preventif menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia menjadi keniscayaan prioritas utama ketimbang dari segala prioritas lainnya, Inilah faktor alasan pemerintah menangguhkan tuntutan berbagai elemen bangsa termasuk dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi (LSM, ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, KontraS) terutama di Sektor Keamanan yang meminta Jokowi tetap mengacu kepada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan tidak memberlakukan darurat sipil. Ini pula dasar payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial.”

Pemerintah pun sangat menyadari meski upaya telah dimaksimalisasi sedemikian rupa, namun sejauh ini masih terjadi penambahan jumlah orang yang positif Corona di Indonesia yang hingga kini sudah mencapai 1.414 kasus, dengan 122 meninggal dan 75 lainnya sembuh. Di mana data ini pun dari hasil scaning environment segenap jajaran yang bertugas memantau situasi dan kondisi perkembangan pandemi yang selalu dimonitoring perubahan data pada setiap detiknya.

Sekian semoga bermanfaat selamat siang menjelang Sore Akhirul kallam wabillahi Taufik wall khidayah wassalamu’alaikum wr.wb.

Situbondo Selasa PKL 13 : 42 WIB.

By -. Eko Febrianto – Siti Jenar Medio 21 April 2020

**) IIkuti berita terbaru Lensa Nusantara di Google News klik disini dan jangan lupa di follow.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!