Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – H. Ahmad Dhafir Ketua DPRD Bondowoso menilai mutasi dan promosi jabatan menjadi masalah bagi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Karena Bupati tidak menggunakan asas pembinaan karir PNS sistem Merit.
” Bupati tidak menggunakan asas pembinaan karier PNS sistem merit, dalam penempatan PNS berdasarkan standar kualifikasi, standar kompetensi, kemampuan dan rekam jejak PNS,” kata H. Ahmad Dhafir lewat keterangan tertulis, Jumat (8/4/2022).
Lebih lanjut, Ahmad Dhafir mengatakan, persoalan itu terjadi bukan pertama kalinya di Era Pemerintahan Bupati KH Salwa Arifin. Sebelumnya pada tahun 2020 juga sudah terjadi pelanggaran yang sama, seperti yang terjadi saat ini.
Ahmad Dhafir menerangkan, dibatalkannya pelantikan Saudara Muhdar, sebagai Camat Taman Krocok, karena pelantikannya menyalahi ketentuan UU 23 Thn 2014 dan PP nomor 17 Tahun 2018 tentang kecamatan. Sehingga ada di dalam sejarah Kabupaten Bondowoso seorang camat dilantik menjadi seorang sekretaris camatan.
Politisi yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Sidogiri itu menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 72 ayat (1) Promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan lainnya, bukan dari permintaan pribadi ASN yang bersangkutan, seperti yang tertulis dalam Surat Rekomendasi KASN Nomor R-1134/JP.o1/03/2022.
Kata Dhafir, di dalam surat Rekomendasi KASN RI tersebut juga diduga Tim Penilai Kinerja (TPK) dalam proses Mutasi di Kabupaten Bondowoso tidak dilibatkan.
” Sebenarnya Itu juga sering saya tanyakan kepada para anggota TPK terkait seringnya regulasi ditabrak dalam proses Mutasi di Bondowoso. Jawaban Mereka baik PJ Sekda saat itu Pak Sukaryo, Asisten 1 dan Kepala Bakesbangpol menyatakan bahwa mereka tidak pernah merasa dilibatkan dalam proses Mutasi. Mereka hanya disodori berkas mutasi dan diminta langsung tanda tangan,” kata Dhafir.
Dhafir menjelaskan, berdasarkan ketentuan Pasal 197, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil ayat (2) huruf e dan huruf f jelas bahwa mutasi PNS yang dilakukan oleh Bupati harus berdasarkan pertimbangan dari TPK PNS. Sehingga, tidak bisa menimpakan kesalahan mutasi ini kepada TPK saja.
” Karena dalam proses mutasi berdasarkan pasal 197, PP nomor 11 tahun 2017 ayat (2) para PNS tersebut dalam mutasi diangkat berdasarkan Keputusan Bupati bukan keputusan TPK ASN,” kata Dhafir.
Menurut Dhafir, di dalam Surat KASN itu juga sudah cukup jelas berdasarkan klarifikasi kepada Kepala BKSDM Bondowoso, bahwa salah satu pertimbangan mutasi itu berdasarkan permintaan ASN yang bersangkutan.
” Menjadi aneh dan ironi karena berdasarkan UU 05 thn 2014 pasal 72 tertera jelas dasar seseorang bisa dilakukan promosi,” imbuhnya.
Dia menyatakan, di dalam pasal tersebut tidak ada frasa kata permintaan dari ASN yang bersangkutan di proses mutasi PNS, sehingga mereka membuat aturan sendiri. Maka, tidak salah bila akhirnya banyak yang menilai proses mutasi di Bondowoso sarat dengan proses dugaan KKN.
Menurut Dhafir, pengembalian 6 orang PNS itu berdasarkan Rekomendasi KASN harus segera dilakukan, bukan hanya 1 PNS saja atas nama Indra Kusuma yang dilantik turun eselon, sebab keputusan Bupati Bondowoso dalam proses mutasi tersebut sudah menyalahi ketentuan peraturan perundang undangan.
Dia menjabarkan, dari Surat Rekomendasi KASN itu jelas SK Bupati terkait mutasi ke 6 ASN yang tersebut diatas cacat prosedur, sehingga berdasarkan UU 30 Tahun 2014 pasal 66 ayat 1 huruf b harus dibatalkan karena berdasarkan pasal 52 ayat (1) huruf b UU yang sama keputusan yang sah itu adalah keputusan yang dibuat sesuai prosedur.
Dia menerangkan, di dalam Undang-undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah UU 15 tahun 2019 Penjelasan Pasal 7 ayat (2) juga jelas bahwa SK Bupati sebagai peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti UU, PP dan peraturan perundangan lainnya yang kedudukannya lebih tinggi.
” Asas tidak menyalahgunakan wewenang sendiri diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 yaitu Pasal 10 ayat (1) huruf e dan penjelasannya serta diatur dalam Pasal 17 dalam UU yang sama,” imbuhnya.
Dijelaskan juga, di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa menyalahgunakan kewenangan yang melekat dalam jabatannya merupakan tindakan korupsi dan memiliki konsekuensi hukum.
” Apalagi bila penyalahgunaan kewenangan tersebut dibarengi dengan tindakan suap maka ketentuan pasal 5 di undang undang yang sama akan berlaku,” imbuhnya.
Menurutnya, pengawasan yang dilakukan itu merupakan kewajiban konstitusional selaku anggota DPRD yang diwajibkan dan diatur dalam UU 23 thn 2014 pasal 153.
Sebagai Ketua DPRD Bondowoso, H. Ahmad Dhafir mengingatkan, bahwa Negara Indonesia ini menganut sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila.
Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang menuntut setiap warga negaranya untuk menaati peraturan yang telah dibentuk oleh lembaga negara dan mempunyai kekuatan mengikat agar dapat mengatur dan menertibkan setiap kehidupan berbangsa dan bernegara.
” Jadi Bangsa Indonesia ini tidak menganut sistem Monarki Absolute dimana sabda Penguasa atau anak penguasa adalah peraturan perundang undangan yang harus ditaati dan dituruti,” tutupnya.(*/Red)