Bondowoso, LENSANUSANTARA.CO.ID – STAI At Taqwa gelar Focus Grup Discussion (FGD) bersama Akbid Dharma Praja, dalam rangka mendukung program pemerintah Kabupaten Bondowoso bidang pencegahan stunting. Berdasar pada sumber data yang ada, Kabupaten Bondowoso menempati rangking yang sangat tinggi di Jawa Timur.
Ketua STAI At Taqwa Dr. Suheri menyebut, jika saat ini tengah dilakukan pendalaman materi untuk mengupayakan mencegah semakin tingginya angka stunting di Bondowoso dengan melakukan FGD bersama Akbid Dharma Praja.
“Iya, saat ini kami tengah melakukan FGD untuk membahas angka stunting di Bondowoso,”ucap Dr. Suheri, pada Senin (7/11).
Saat ini angka statistik stunting di Kabupaten Bondowoso masih berada pada level 37 persen. Bila di bandingkan dengan prevelensi stunting di Indonesia masih berada di angka 29,6% pada tahun 2017, tentunya angka tersebut masih terhitung cukup melampaui secara signifikan.
Pemerintah kabupaten Bondowoso telah melakukan berbagai langkah dalam menekan tingginya angka stunting tersebut. Pasalnya, Kota Bumi Sholawat Burdah (BSB) itu bertengger di tiga besar sebagai kabupaten yang menyumbangkan statistik tersebut.
Segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bondowoso, hal ini tertuang melalui edaran SK Bupati Bondowoso Nomor : 188.45/169/430.4.2/2021 tentang penetapan lokasi fokus desa prioritas percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting terintegrasi Kabupaten Bondowoso tahun 2022.
Adapun nama-nama lokasi yang dijadikan fokus desa prioritas percepatan dan penanggulangannya yaitu Desa Kalianyar Kecamatan Ijen, Desa Besuk Kecamatan Klabang, Desa Sukokerto, Alas Sumur, Mengok, Maskuning Wetan, Maskunign Kulon, Mangli, Sukowono kecamatan Pujer.
Desa Gayam Lor dan Desa Botolinggo Kec. Botolinggo, Desa Maesan kec. Maesan, Desa Tangsil Kulon Kec. Tenggarang, Desa Klabang Kec. Tegalampel, Desan Pecalongan dan Desa Kerang Kec. Sukosari dan Desa Jeruk Sok-sok kecamatan Binakal.
Berbagai program pemerintah telah diluncurkan untuk menyelesaikan persoalan stunting di Bondowoso baik dari aspek perbaiki gizi dan pangan, aspek kesehatan, aspek sosial termasuk agama. Sebab, akar masalah stunting variabelnya cukup banyak tidak hanya persoalan buruknya asupan gizi atau nutrisi.
Hal ini kemudian, terungkap dalam Fokus Grup Discussion (FGD) Pimpinan STAI At Taqwa dan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAI At Taqwa Bondowoso dan Pimpinan serta Dosen Akbid Dharma Praja.
Salah satu faktor penyebab stunting juga disebabkan oleh faktor kesehatan, persoalan sosial bahkan faktor budaya. Penyebab stunting dari aspek budaya yaitu maraknya pernikahan dini yang terjadi di masyarakat.
Ketika pernikahan dilakukan pada usia belum benar-benar matang, maka juga berdampak pada belum matangnya kesiapan fisik dan mental. Kedua variabel tersebut juga secara langsung berdampak pada keturunan baik genealogis maupun aspek kematangan mental anak-anaknya.
Belum lagi ditambah persoalan ekonomi dalam keluarga baru tersebut. Sehingga STAI At Taqwa dan Akbid Dharma Praja Bondowoso melakukan MoU untuk bersama-sama bersinergi baik melalui Dosen dan Mahasiswa dalam membantu mensukseskan program pemerintah dalam menekan dan menanggulangi persoalan tersebut.
Apalagi, pelaksanaan pernikahan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Bondowoso, tentu kehadiran perguruan tinggi Islam sangat relevan untuk bersama-sama bersinergi dan berkolaborasi.
STAI At Taqwa Bondowoso merasa terpanggil untuk terus berupaya dalam membantu memberikan pemahaman dan penyuluhan agar terjadi perubahan paradigma di masyarakat terkait dampak dari pernikahan dini baik pada aspek fisik, mental dan lainnya.
Hasil dari FGD tersebut dituangkan dalam Policy Brief yang berisi identifikasi masalah, alternatif solusi dan target kebijakan untuk bersama-sama bisa ditindak lanjuti dalam bentuk program nyata pada masyarakat di masing-masing desa prioritas tersebut.
Ketua STAI At Taqwa Bondowoso Dr. Suheri memiliki komitment tinggi dengan mengerahkan dan mengalokasikan program Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat difokuskan pada penanggulangan untuk menekan tingginya gizi buruk tersebut.
“Kami bersama para dosen merasa terpanggil untuk melakukan penelitian dan pengabdian untuk masyarakat. Ini menjadi penting untuk segera dilakukan, agar generasi kita di masa depan minimal bisa bebas dari gizi buruk,”tutupnya.(Adit)