Padang, LENSANUSANTARA.CO.ID – Mengingat banyaknya pemberitaan adanya tindakan penzaliman serta pelecehan terhadap wartawan akhir-akhir ini. Maka sudah selayaknya insan pers merapatkan barisan dan menggalang kekuatan untuk melawan ketidakadilan tersebut. Himbauan ini disampaikan oleh Ismail Novendra, sesepuhnya para awak media di Sumatera Barat (Sumbar) pada, Sabtu (6/5/2023).
Diketahui, pemicu sesepuhnya awak media yang dijuluki Raja Tega ini meradang, disebabkan ulah pejabat pemangku kepentingan publik dalam menanggapi dilema pemberitaan selalu memainkan aksi lapor polisi. Menurutnya, awak media telah bekerja sesuai dengan kode etik. Bahkan, sebelum beritanya tayang, atau diterbitkan, awak media selalu melakukan konfirmasi.
Disisi lain, ketika pejabat pemangku kepentingan publik dikonfirmasi awak media, baik lewat WhatsApp (WA), maupun telepon seluler terkadang dianggap bagaikan angin lalu, alias bungkam. Dan, saat beritanya terbit, barulah mereka seperti orang kebakaran jenggot.
Kemudian, mereka mulai memainkan aksi lapor polisi, dengan dalih pencemaran nama baik. Seperti yang saat ini terjadi di Polresta Padang. Oknum anggota DPRD Padang yang tak terima diberitakan media, tiba-tiba melaporkan narasumber berita dan menggiring beberapa media ke ranah hukum.
Mestinya orang orang yang diberitakan tersebut introspeksi diri, jika saja konfirmasi Awak Media tersebut dibalas, tentu beritanya akan berimbang. Mereka harusnya sadar. Bahwa, pers adalah pilar keempat demokrasi setelah lembaga yudikatif, legislatif dan yudikatif. Untuk itu, sesepuh awak media ini berharap, alangkah baiknya para pejabat pemangku kepentingan publik mempelajari isi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang isinya:
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang ayat Pers pasal 4.
(1) kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,
(2) terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran,
(3) untuk menjamin kemerdekaan perseorangan, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4) dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai “Hak Tolak”.
Bahkan, dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain. Pasal 28F, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan sampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Sebagai sesepuhnya insan pers, ia tak terima Wartawan diintimidasi dan didzalimi, jika ada persoalan menyangkut pemberitaan, alangkah baiknya pemangku kepentingan publik menempuh jalur sesuai UU Pers yakni melakukan hal jawab.
Kan ada hak jawab atau, bisa juga berkordinasi sama PWI, AJI, dan organisasi lain yang ada dibawah naungan Dewan Pers. Atau juga bisa menyurati dan melaporkan ke Dewan Pers terlebih dahulu sebelum ke penegak hukum.
Untuk itu, kedepannya ia berharap, para pejabat pemangku kepentingan publik yang ada di Sumatera Barat, khususnya Kota Padang, agar bisa memahami Undang-Undang Pers, jangan asal main lapor polisi, jangan diadu polisi dengan awak media. Sosok tokoh publik itu mesti legowo, jika tidak siap diterpa “Gosip”, lebih baik mundur dari jabatan, pergilah ke kebun, ke sawah untuk bercocok tanam, atau cari kegiatan lain yang bisa membuat nyaman, tegas Ismail yang saat ini tengah fokus mempersiapkan diri menuju DPRD Sumbar.
Terakhir, Ismail mengatakan bahwa dirinya akan berada dibarisan terdepan jika ada penguasa dan penegak hukum yang mendzalimi dan melecehkan insan jurnalis. Baik itu dikota Padang, Provinsi Sumbar maupun di Indonesia. (Rel/An/Ghani)