Bojonegoro, LENSANUSANTARA.CO.ID – Proses pembangunan Bendungan Karangnongko di Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, harus terhambat dengan adanya konflik sosial yang disebabkan tuntutan dari warga terdampak dari Desa Ngelo.
Meski tim pembebasan lahan bendungan Karangnongko yang dipimpin oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) baru melakukan penetapan lokasi, namun warga sudah menuntut relokasi di kawasan hutan tanpa mengindahkan izin yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dari informasi yang diperoleh menyebutkan, jika baik BPN dan Pemkab Bojonegoro melalui Dinas PU dan SDA telah berupaya menjelaskan kepada warga tentang pentingnya mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam penggunaan lahan perhutani.
Bahkan, pada saat dilakukan audiensi antara Bupati Bojonegoro, OPD tekhnis, DPRD, Pemdes dan perwakilan warga, Rabu (17/5/2023) lalu, dipaparkan Bupati Anna Mu’awanah jika pihaknya akan mengawal dan mengutamakan kesejahteraan warga terdamapak, namun hal itu dianggap bukan solusi.
Warga tetap “ngotot”, bahkan membuang patok yang sudah dipasang sebagai salah satu tahapan pembebasan lahan.
Salah satu warga Ngelo, Sugianto, membenarkan jika dia dan warga lainnya yang terdampak, ingin mendapatkan relokasi di sekitar bendungan meski kawasan hutan.
“Kita ini kan sudah turun temurun hidup disini,”ungkapnya.
Menurutnya, audiensi yang dilakukan di gedung Pemkab Bojonegoro rabu lalu belum menemukan solusi karena Bupati Anna Mu’awanah, memberitahukan jika Kementrian KLHK tidak mengizinkan mereka menggunakan kawasan perhutani untuk pemukiman.
“Akhirnya kan kita risau, mau tinggal dimana,”ujarnya.
Disinggung pemberitaan atas kekecewaan warga dengan kemarahan Bupati Anna, Sugianto mengaku bingung. Karena, nada yang disampaikan bupati hanya sedikit tegas.
“Tidak marah langsung kepada warga tidak, apalagi sampai nunjuk-nunjuk. Ya mungkin, karena nadanya tegas gitu ada yang mengartikan beda,”ungkapnya.
Pihaknya sebenarnya berterimakasih kepada Bupati Anna Mu’awanah karena selama puluhan tahun, baru kali ini rencana pembangunan bendungan karangnongko akan terealisasi.
“Tapi, ya semoga bisa dapat ganti lokasi di dekat bendungan,” tukasnya.
Disinggung keterlibatan Ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Prianto, dia mengaku jika hanya ingin minta perlindungan saja. Karena takut nasib warga terlantar karena tidak diperbolehkan menggunakan lahan perhutani saat relokasi.
“Termasuk saran dari beliau (Sukur-red) untuk mendapatkan pendampingan hukum dari pak Agus Rismanto. Itu pendampingannya gratis, bahkan kami selalu ditraktir saat membahas masalah ini. Jadi kita dibebaskan biaya menggunakan jasa Pak Agus,” imbuhnya.
Dia berharap, Pemkab Bojonegoro tetap mengupayakan yang terbaik bagi warga Desa Ngelo yang terdampak bangunan Bendungan Karangnongko. Apakah berupa relokasi atau ganti untung, supaya hak warga tetap diutamakan.
Terpisah, Humas Perhutani Padangan Divisi Regional Jawa Timur, Saiful Arief, menyampaikan, jika warga terdampak bangunan bendungan Karangnongko menginginkan relokasi di kawasan perhutani harus melalui proses yang sangat panjang.
“Dan yang berhak memberikan izin adalah Kementrian LHK, bukan kewenangan pemkab apalagi perhutani,” tegasnya.
Dia menegaskan, jika meminta relokasi di kawasan hutan, prosesnya di Kementrian LHK sesuai PP No 7 tahun 2021.
Diakui, jika keberadaan bendungan Karangnongko akan memberikan dampak positif bagi warga sekitar terutama mengatasi masalah kekeringan yang terjadi setiap tahun. (Muji)