Banjarnegara, LENSANUSANTARA.CO.ID – Sebuah pemandangan, dimana sejumlah pelajar SMP di Kabupaten Banjarnegara yang naik ke atap sebuah mobil angkutan umum sungguh sangat membahayakan mereka. Namun anehnya keadaan tersebut, seolah sudah menjadi hal wajar dan terkesan dibiarkan begitu saja.
Dalam foto yang berhasil lensanusantara.co.id abadikan saat melintasi Kecamatan Banjarmangu, pada Selasa (22/8/2023), terlihat lebih dari enam anak pelajar yang duduk di bangku SMP dengan santainya duduk manis di atap Angkutan Umum antar Desa (Angkudes). Padahal medan jalan yang dilewati merupakan daerah pegunungan.
Tanpa rasa takut, mereka tampak santai berada diatas atap mobil dengan laju agak kencang saat naik. Sementara jalan tersebut, banyak tikungan-tikungan yang berbahaya.
”Ini sudah biasa mas, setiap hari berangkat atau pulang sekolah mereka naik di atap mobil angkudes, aslinya kalau melihat was-was juga. Tapi bagaimana, sopirnya saja tidak melarang, malah sopirnya senang, karena kan mereka bayar,” ungkap M. Mahmud, salah satu pedagang bensin eceran.
Masih kata Mahmud. “Setiap sekali angkut, itu bisa lebih dari 20 pelajar, padahal ini kan mereka melewati jalan Provinsi banyak kendaraan besar yang menggunakan jalur sini, seperti ke Pekalongan kan banyak yang lewat sini,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya Khundori, dirinya menyebut fenomena itu di sejumlah angkudes di Banjarnegara sering terjadi.
“Tidak hanya disini, daerah lain di Banjarnegara masih ada juga, karena kalau dilihat memang para sopir angkutan seolah terlalu memaksa penumpangnya hingga mereka harus naik ke atap, faktanya diatap mobil disediakan tempat duduk yang dirancang dari besi, padahal itu kan aslinya untuk barang seperti sayuran. Semoga saja ada tindakan, untuk keselamatan mereka juga,” harap Khundori sambil geleng-geleng kepala.
Seharusnya dari pihak Dinas terkait seperti Dishub, Kepolisian bisa melakukan penertiban, tindakan serta memberikan binaan kepada para sopir angkudes, karena jika dibiarkan, tentu sangat membahayakan untuk semuanya, karena sebuah musibah tidak akan bisa ditebak kapan terjadi. (Gunawan).