Jember, LENSANUSANTARA.CO.ID – Kepala Kejaksaan Negeri Jember I Nyoman Sucitrawan, menyampaikan perdamaian dalam sebuah perkara hukum harus terjadi antara tersangka dengan korban dan aparat kejaksaan berada pada pihak yang memfasilitasi terjadinya perdamaian tersebut, Rabu (30/8/2023).
“Kami hanya perantara dan jalan menuju perdamaian itu,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jember I Nyoman Sucitrawan.
Terjadinya perdamaian antara tersangka dengan korban, menjadi syarat untuk pelaksanaan hukum menggunakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
“Seperti terjadi pada perkara Firdausi Ruhya, perempuan yang berprofesi sebagai sopir dump truk pengangkut pasir,” kata Kajari.
Tambah Kajari, Firdausi Ruhya tidak harus menjalani proses hukum di pengadilan, setelah perkara yang membelitnya selesai dengan pendekatan keadilan restoratif yang dijalankan Kejaksaan Negeri Jember.
“Sebelumnya, ia menjadi tersangka akibat tabrakan antara truk yang dikemudikannya dengan motor yang dikendarai oleh korbannya, Novi Fatmawati,” jelasnya.
Masih kata Kajari, peristiwa yang terjadi pada April 2023 itu mengakibatkan korban meninggal dunia, Firdausi Ruhya dinilai lalai dalam mengemudi saat menghindari lubang jalan.
“Setelah melalui proses yang panjang, perdamaian akhirnya terjadi ketika perkara tersebut berada di tangan jaksa. Suami korban telah memaafkan,” terangnya.
I Nyoman Sucitrawan mengatakan, Firdausi Ruhya sendiri menjadi seorang ibu tunggal dengan delapan anak, yang menyambung hidup sebagai seorang sopir dump truk pengangkut material bangunan.
“Ia juga tidak pernah tersangkut perkara lain. Di mata masyarakat, tidak ada pandangan negatif kepada perempuan ini,” ungkapnya.
Kajari menjelaskan, pimpinan Kejaksaan Agung telah menyetujui penghentian penuntutan berdasar pendekatan keadilan restorative justice sesuai Perja Nomor 15 tahun 2020.
“Saat menerima putusan tersebut, perempuan 43 tahun asal Kecamatan Sumbersari tersebut menangis,” tuturnya (Dri).